Pada dasarnya full time blogger, sedang belajar jadi content creator, kadang jadi editor naskah, suka buku, serta hobi blusukan ke tempat heritage dan unik.
Mandiri hingga Embusan Napas yang Penghabisan
Beberapa tahun belakangan ini saya menjadi jamaah tetap Mushala Aisiyah dekat rumah. Sebuah mushala khusus perempuan.
Di situ yang melantunkan iqamat perempuan. Imamnya perempuan. Jamaahnya pun perempuan semua.
Istimewa 'kan? Namun ada yang lebih istimewa, yaitu personalitas para jamaahnya.
Mereka (tentu kecuali saya) sungguh-sungguh keren. Semangat mereka untuk shalat fardu berjamaah patut diteladani. Konsisten lima kali dalam sehari, lho.
Tak peduli hujan yang menderas. Selama situasi masih memungkinkan, tak ada yang bolos dari shalat berjamaah. Sementara rumah sebagian besar jamaah lumayan jauh dari mushala. Yang tempat tinggalnya terdekat justru saya.
Ditinjau dari segi usia, rata-rata mereka tergolong lansia. Mayoritas berumur 70-an tahun. Alhasil, saya tergolong sebagai jamaah kawula muda di situ.
Mungkin Anda spontan merespons begini, "Usia segitu. Wajar saja kalau semangat beribadahnya tinggi. Sudah tidak mikirin duniawi lagi."
Hmm. Begini, begini. Orang yang sudah lansia idealnya memang taat beribadah. Mesti senantiasa dekat dengan-Nya. Karena secara logika (kasarannya) telah mendekati ajal 'kan?
Akan tetapi, faktanya tak semua lansia seideal itu. Tak semua sanggup sekonsisten para eyang my bestie di mushala itu. Lebih-lebih kalau dalam kondisi tak begitu sehat. Atau, dalam situasi sulit semisal hujan campur angin.
Nah, itu! Justru tatkala cuaca sedang buruk, kekerenan para eyang tersebut tampak jelas. Selagi masih bisa berpayung dan berjalan dengan aman, tidak rentan terpeleset, mereka masih melaksanakan shalat fardu di mushala.
Perlu diketahui bahwa selain berusia lanjut, sebagian jamaah kurang prima kondisi fisiknya. Tidak mampu lagi shalat secara sempurna. Harus sambil duduk. Itulah sebabnya disediakan belasan kursi plastik di mushala kami.