Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Penulis

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Amalan Utama di Sepuluh Akhir Ramadan

1 April 2024   12:16 Diperbarui: 1 April 2024   12:48 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amalan Utama di Sepuluh Akhir Ramadan
Ilustrasi sedekah (Kompas.com)

Sepuluh hari terakhir Ramadan mulai menjelang. Itu artinya sebentar lagi Ramadan akan pergi meninggalkan para pecintanya. Suka atau tidak suka, rela atau tidak rela Ramadan akan kembali pada Pemiliknya. Ramadan akan membuat patah hati para pecintanya. Meski demikian, si pecinta akan terus memupuk rindu sambil memanjatkan harap kepada si Pemilik Ramadan yakni Allah Ta'ala agar dipertemukan kembali dengan sang Kekasih di tahun-tahun berikutnya. Maka bagi para kekasih Ramadan, mereka akan memperbanyak amalan kebaikan, termasuk kebaikan kepada sesama manusia lebih-lebih kebaikan kepada Tuhannya. Lalu apa saja amalan utama yang disunahkan Nabi Sallallaahu Alaihi Wasallam (SAW) pada sepuluh akhir Ramadan?

Mengencangkan Sedekah dan Bertadarrus

Hal ini sebagaimana sebuah hadis yang ditulis oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin. "Dari Ibnu Abbas radiyallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, terlebih di bulan Ramadan, pada bulan itu Rasulullah selalu ditemui Jibril, Jibril menemui Rasulullah setiap malam bulan Ramadan untuk bertadarrus Al-Qur'an. Ketika Rasulullah bertemu dengan Jibril, sungguh beliau lebih dermawan lagi dalam kebaikan melebihi kencangnya angin." (HR. Bukhari).

Menghidupkan Malam dengan Ibadah

Hal ini juga sebagaimana hadis yang dituliskan dalam Riyadhus Shalihin. "Dari Aisyah ra berkata, 'Apabila sudah memasuki sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan maka Rasulullah SAW senantiasa menghidupkan malam dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya, serta tidak bersetubuh dengan istrinya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Iktikaf Menyambut Lailatul Qadar

Dalam Fiqih Imam Syafi'i Jilid I, Prof. Dr. Wahbah Zuhaili menuliskan bahwa hukum i'tikaf adalah sunah atau mustahab dilaksanakan kapan pun, pada bulan Ramadan atau bulan lainnya, berdasarkan ijma' serta dalil-dalil yang bersifat mutlak. Iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan lebih utama daripada iktikaf pada bulan lainnya, dengan tujuan mengharap Lailatul Qadar, lalu mengisi malam itu dengan salat, membaca Al-Qur'an serta memperbanyak doa. Lailatul Qadar merupakan malam yang paling utama dibandingkan malam-malam lainnya dalam setahun. Allah SWT berfirman, "Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan." (QS. Al-Qadr (97): 3). Maksudnya, lebih baik daripada beramal selama seribu bulan yang di dalamnya tidak terdapat Lailatul Qadar.

Dalam ash-Shahihain disebutkan, "Barang siapa menghidupkan Lailatul Qadar karena keimanan kepada Allah dan berharap ganjaran pahala, maka semua dosanya yang telah lalu pasti diampuni."

Kebiasaan Nabi SAW beriktikaf pada sepuluh akhir Ramadan juga ditemukan dalam beberapa hadis yang ditulis Dr. Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam kitab Shahih al-Lu'lu wal Marjan pada Bab Kitab Iktikaf. Satu di antaranya hadis singkat dari Abdullah bin Umar radhiyallaahu anhuma, ia berkata, "Rasulullah SAW biasa beriktikaf pada malam-malam sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan." (HR. Bukhari).

Begitu mulianya amalan iktikaf ini hingga Nabi SAW tidak pernah meninggalkannya hingga beliau wafat dan istri-istri beliau pun melakukan hal yang sama. Hal ini sebagaimana hadis yang ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab hadis Bulughul Maram Bab Iktikaf dan Qiyam Ramadan. Di antara hadis itu dari Aisyah radhiyallaahu anhu, "Bahwa Nabi SAW beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. (Beliau melakukannya) hingga wafat. Setelah itu istri-istri beliau pun melakukannya." (HR. Muttafaq 'alaih).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun