Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Penulis

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Membaca Tantangan Gerak PMII Unsoed Kedepan

27 November 2015   18:04 Diperbarui: 5 Mei 2021   06:53 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi aktivis PMII adalah sebuah hal yang menuntut kerja keras dan kemauan untuk terus belajar. Ranah gerakan mahasiswa dengan kecenderungan perubahan kreativitas gerakan yang disesuaikan dengan perkembangan mahasiswa kekinian menuntut adanya kolektivitas tinggi bagi setiap kader PMII. Terlebih, Unsoed menjadi sentrum kampus dengan basis disiplin ilmu yang universal, yang dalam kancah lokal, regional, maupun nasional mulai memiliki perhatian yang lebih besar dari publik. Dengan basis PMII di Unsoed yang digawangi sahabat-sahabat dari Komisariat Soedirman, perkembangan gerakan mahasiswa baik dalam kancah kampus Unsoed maupun regional Purwokerto akan semakin berwarna.

Ada 3 isu strategis yang menjadi perhatian khusus bagi sahabat-sahabat di PMII Soedirman (PMII Unsoed) setidaknya dalam 3 momen yang ada di depan. Pertama, momen Konferensi Cabang (Konfercab) PMII Purwokerto yang akan dihelat pada Desember 2015 ini. Sebagaimana kita ketahui bahwa Konfercab adalah forum tertinggi dalam rangka suksesi kepemimpinan PMII di Purwokerto. Dalam momen tersebut, akan terjadi ‘persaingan’ antarkomisariat dalam konteks mencari pemimpin PMII di Purwokerto berikutnya yang akan melanjutkan kepemimpinan Sahabat Anwar Aziz. Ada semacam budaya politik yang sangat kental ketika menjelang pelaksanaan Konfercab di Purwokerto yang barangkali juga dirasakan oleh cabang-cabang di daerah lainnya. Barangkali juga persinggungan politik semacam ini lebih kental ketika berbicara suksesi kepemimpinan PMII di ranah PB PMII (Nasional). Seolah ini sudah menjadi budaya politik yang dirasa juga tidak hanya terjadi di PMII, bahkan di organisasi sejenis terutama yang sudah memiliki nama dan reputasi besar serta sejarah panjang. Realitas iklim politik di PMII Unsoed saat ini cenderung lunak, kalau boleh dikatakan bukan lagi ‘polos’. Sahabat-sahabat di PMII Unsoed mulai bisa memosisikan diri sebagai salah satu ranah gerak PMII di Purwokerto, dalam cakupan jenis disiplin ilmu kampus umum yang sebagaimana kita ketahui bukan hal mudah untuk dikembangkan. 

Sejak bangkit lagi dari masa vakumnya pada tahun 2013, PMII Soedirman mulai membangun kembali pondasi pergerakan di kampus Unsoed. Dimulai dari kepemimpinan sahabat Iwan Iskandar yang dalam perjalanannya diteruskan oleh sahabat Irsyadul Amir. Kemudian berlanjut dalam tataran kepemimpinan sahabat Okta Safriyana, dan saat ini pucuk kepemimpinan PMII Soedirman dikomandani oleh sahabat Muhammad Muhaimin, PMII Soedirman terus memantapkan proses kaderisasi di Unsoed untuk kemudian menjadikan PMII lebih berwarna dan mampu berbicara banyak bersama dengan organisasi kemahasiswaan ekstra lainnya, setidaknya di ranah pergerakan kampus Unsoed. Komitmen untuk melanjutkan, membangun, serta memperkuat basis PMII di Unsoed menjadi perhatian utama pengurus komisariat yang saat ini sedang memegang kepengurusan dan kepada kepengurusan kedepannya.

Tidak bisa dipungkiri, persaingan dalam rangka pengembangan PMII di Purwokerto masih didominasi oleh sahabat-sahabat dari Komisariat PMII Walisongo IAIN Purwokerto yang notabenenya menjadi basis PMII di cabang Purwokerto. Komposisi background sebagai kampus agama menjadikan PMII di Walisongo lebih welcome terhadap perekrutan kader dan penjagaan loyalitas kader, mengingat IAIN adalah salah satu basis kultural mahasiswa dengan ideologi Aswaja. Berbeda dengan kampus Unsoed yang lebih universal dengan banyak organisasi kemahasiswaan ekstra kampus yang berkembang dengan dinamikanya.

Momen Konfercab mau tidak mau saat ini adalah momen untuk menunjukkan insting politik dalam rangka ‘persaingan’ style kepemimpinan di cabang Purwokerto. Jika di Komisariat Walisongo lebih cenderung terbiasa dengan karakter kepemimpinan PMII yang lebih ‘keras’, style sahabat-sahabat di Unsoed saat ini belum terlalu menuju ke arah naluri kekuasaan yang rela untuk melakukan apapun hanya demi jabatan/posisi strategis di cabang Purwokerto. Sahabat-sahabat di Unsoed lebih mementingkan pengembangan kaderisasi dan pemantapan internal organisasi dengan harapan bisa membangun style kepemimpinan yang lebih akomodatif, demokratis, dan berkarakter. Sikap dan positioning PMII Soedirman dalam momen Konfercab PMII Cabang Purwokerto akan menentukan bagaimana jalannya perjuangan pengembangan PMII Soedirman kedepannya. Pada intinya, sahabat-sahabat di Unsoed akan lebih bijak jika mempertimbangkan konsolidasi internal dalam rangka memperkuat, mengembangkan, dan melanjutkan proses kaderisasi di Kampus Jenderal Soedirman. 

Jika dalam ilmu politik dikenal istilah “Who gets what, when, and how” seperti kata Harold Lasswel, maka baiknya tidak pula melupakan istilah yang meminjam bahasa Gus Dur, “Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan”. 

Kedua, momen Pemilihan Raya (Pemira) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (BEM Unsoed) yang mulai memasuki masa pergantian kursi presiden BEM tingkat universitasnya sang jenderal. Pada momen Pemira kali ini PMII Unsoed mengirimkan dua kadernya sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden BEM Unsoed. Perlu diketahui, bahwa kursi presiden BEM Unsoed adalah bisa diibaratkan sebagai posisi yang sangat strategis dalam konteks keorganisasian mahasiswa di Unsoed, bahkan di salah satu fakultas yang diketahui merekomendasikan para mahasiswanya untuk aktif di organisasi intra, jabatan Presiden BEM Universitas memiliki rating poin tertinggi. Selain tawaran pengembangan kapasitas diri mahasiswa, posisi Presiden BEM juga akan meningkatkan posisi tawar PMII Soedirman sebagai salah satu elemen gerakan mahasiswa di Unsoed yang selama ini ikut mewarnai ranah gerakan mahasiswa. Sebagaimana kita ketahui bahwa saat ini tidak bisa dipungkiri organisasi mahasiswa ekstra kampus di Unsoed lebih didominasi oleh teman-teman dari KAMMI. Sekitar dua periode yang lalu sempat kawan-kawan dari HMI dan koalisinya mewarnai perebutan kursi presiden BEM Unsoed, namun belum bisa menjadi pemenang dalam Pemira. Yang jelas, PMII Soedirman harus siap untuk belajar memainkan peran dalam ranah gerakan mahasiswa dan memaknai momen Pemira sebagai tawaran kepemimpinan dengan style khas PMII, bukan hanya sekedar terbawa arus momen politik kampus.

Ketiga,yang harus menjadi perhatian dari semuanya adalah concern PMII Soedirman dalam menguatkan internal organisasinya sebagai jalan untuk tetap survive sebagai sebuah gerakan mahasiswa. Khususnya di Unsoed, komunikasi dengan sesama organisasi ekstra kampus semisal Kelompok Cipayung maupun organ lainnya menjadi penting. Dari kesemua hal yang paling penting adalah penguatan internal organisasi dan pengembangan potensi kader PMII Soedirman. Proses kaderisasi formal maupun non formal menjadi tujuan utama sebagai bentuk konsekuensi atas komitmen pengurus komisariat PMII Soedirman untuk bisa menciptakan style kepemimpinan. Muara dari kesemuanya adalah bahwa PMII, khususnya di Unsoed akan menjadi salah satu elemen dalam mencetak alternatif kepemimpinan masa depan bagi Indonesia. Jangan sampai di beberapa momen, khususnya momen politik dalam ranah kampus maupun lingkup regional PMII mengecoh fokus kaderisasi dan pengembangan PMII Soedirman kedepan.

Yakinlah, bahwa momen politik dalam level apapun akan selalu ada. Yang perlu menjadi perhatian adalah siap atau tidak PMII Soedirman dalam menawarkan alternatif kepemimpinan di semua level, baik kampus maupun regional PMII di Purwokerto. Layaknya sistem demokrasi, tidak ada momen yang terlalu cepat untuk pesimis dan tidak ada momen yang terlalu lama untuk menumbuhkan optimisme bahwa kader-kader PMII Soedirman memiliki kualitas dan style karakter memimpin khas sesuai dengan yang diharapkan semua pihak, yang tetap mengedepankan prinsip Nilai Dasar Pergerakan (NDP) dan Aswaja, bukan hanya sebatas naluri akan nafsu kekuasaan.

Tangan terkepal dan maju ke muka, Salam Pergerakan !!!

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun