Bertemu Lagi dengan Mudik
Bertemu lagi dengan ujung Ramadhan. Hari Raya Idul Fitri. Awal dari bulan Syawal. Sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia untuk melakukan mudik ke kampung halaman. Bertemu orangtua, saudara, dan kembali menikmati suasana kampung.
Dua tahun kemarin, mudik diatur secara ketat, bahkan ada semacam pelarangan dari pemerintah. Otomatis tingkat kecelakaan dan kemacetan berkurang dari tahun sebelumnya. Kini, meski masih pandemi covid, pemerintah lunak dengan memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk mudik. Tentu saja disambut banyak orang.
Kini jalan raya utama kembali macet. Yang menarik, karena macet yang lama, orang-orang yang mudik berani bertindak menutup arus kendaraan hanya karena ingin orang lain bisa turut merasakan suasana macet. Itu hanya satu fenomena dari suasana mudik.
Dari kota besar bergerak ke kampung dan desa. Hiruk pikuk orang banyak di kampung dan desa. Kota kembali lenglang dihuni oleh mereka tidak mudik. Tentu ini bisa dikatakan jeda dari keramaian kota, memberi nafas segar untuk kehidupan orang-orang yang tak mudik. Mungkin ini satu di antara manfaat mudik bahwa kota bisa menghela nafas dari keramaian dan hiruk pikuknya.
Apa yang dilakukan orang kala mudik? Silaturahmi dan ziarah. Ini di antara alasan yang positif dari mudik. Tentu ada juga motivasi lainnya. Misalnya ada upaya sosialisasi kandidat. Ini memang sisipan dengan alasan mudik gratis dan lainnya. Meski demikian, memfasilitasi orang untuk mudik merupakan program yang baik. Abaikan saja pesan-pesan politik dibaliknya. Selamat mudik! Maaf lahir dan batin. ***