[Coretan Ramadhan] Tafakur
Ramadhan hari pertama telah dijalani, jika kita ingat Ramadhan pada beberapa tahun ke belakang terjadi banyak hal yang kurang menyenangkan, yang mana dampak dari covid-19 juga penanggulangan atas virus tersebut membuat kita dipenuhi rasa kesedihan. Kita patut bersyukur di tahun ini, dengan kondisi penyebaran covid-19 yang semakin teratasi dan telah longgarnya peraturan pemerintah atas penanggulangan dari penyebaran virus tersebut, cukup memberikan kita angin segar.
Tentunya dari fenomena tersebut, dapat kita renungi bahwasanya setiap kejadian pasti ada hikmah yang dapat kita petik. Dari setiap kisah dalam perjalanan kita semasa hidup dapat menjadikan suatu pelajaran yang bermanfaat untuk masa depan, bukan cuma untuk diri sendiri namun juga bekal kepada anak cucu kita nanti. Berbicara mengenai perenungan, dalam islam terdapat istilah yang cukup menarik dari pererungan, yaitu Tafakur.
Tafakur di jelaskan dalam KBBI, memiliki arti yaitu renungan atau perenungan. Perihal merenung, memikirkan, atau menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh. Kata tafakur berasal dari bahasa arab yaitu Tafakkara yang artinya mempertimbangkan atau memikirkan perkara.
Kemudian, Quraish Shihab menjelaskan pengertian dari tafakur yaitu merupakan kata yang terbentuk dari kata fikr yang berasal dari kata fakr yang artinya mengorek. Mengorek dalam arti memunculkan, menumbuk hingga hancur, dan juga menyikat atau membersihkan noda pada pakaian hingga kotorannya hilang.
Tafakur dapat dipahami sebagai suatu kunci dari segala kebaikan melalui kognitif seseorang, dikutip dari orami.co.id para ulama, menyebutkan bahwa tafakur merupakan cara beribadah dalam diam yang dianggap lebih utama dari Tahajud. Para sufi juga mengatakan bahwa tafakur merupakan cara manusia untuk mendapatkan ilmu tentang Allah SWT yang hakiki.
Dari beberapa pengertian di atas, mengantarkan kita ke dalam suatu penjelasan bahwa Tafakur dengan artian merenung dan berpikir merupakan suatu kegiatan yang menjadi penting dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Seperti dalam sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah seribu tahun" (HR. Ibnu Hibban dari Abu Hurairah). Menunjukkan bahwa pentingnya menjalani kehidupan baik di dunia maupun beragama dengan berpikir.
Namun, kita sebagai manusia mempunyai sesuatu yang kita sebut saja "unik" di dalam buah pikir kita. Terkadang saat berpikir dengan kebebasan penuh, memunculkan pula ide-ide atau imajinasi atau bayangan-bayangan yang terkadang melampaui batasan-batasan. Tentunya sah-sah saja sebagai buah pikir seorang individu asal tidak mempengaruhi orang lain, serta selagi masih dalam pikiran belum berbentuk tindakan maka pikiran-pikiran tersebut tidaklah dapat kita permasalahkan.
Oleh karena itu, terdapat suatu istilah yang umum yang sering disebut berpikir dengan "akal sehat". Perlunya berpikir dibarengi dengan akal yang sehat karena dengan akal yang sehat tersebut akan memberikan kita sebentuk pikiran yang positif serta lebih objektif dalam memberikan penilaian pada suatu hal atau peristiwa. Seperti apa yang dimaksud dalam pengertian Tafakur di atas.
Proses berpikir sehat tidak hanya dilakukan oleh otak kita, yang mana kita sebagai manusia mempunyai perasaan, emosi, nafsu, amarah, juga kebendaan. Dibutuhkan pula suatu kejernihan hati nurani yang akan menuntun kita ke dalam suatu kebenaran absolut dari Tuhan, dibarengi dengan kesadaran diri, kerendahan hati, keikhlasan, serta rasa cinta kita terhadap sang pencipta.
Dalam proses kita menjalani kehidupan sosial juga sebagai umat yang beragama, adanya Tafakur akan memberikan kita sebentuk pengertian bahwa, terlahir sebagai manusia adalah suatu karunia yang sangat besar yang diberikan dari Tuhan. Dengan melihat dari diberikannya pikiran, emosi, perasaan, kesehatan, tempat tinggal, alam, serta yang lainya untuk kita gunakan. Serta menunjukkan kita sebagai makhluk hidup dengan derajat tertinggi yang mana kita memiliki akal pikiran.