Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com
Eksplorasi Ngabuburit di Ruang Kreatif
Ngabuburit adalah istilah dalam bahasa jawa maupun sunda yang digunakan untuk menyebut kegiatan yang dilakukan saat menunggu waktu berbuka puasa, khususnya dalam bulan Ramadhan.Â
Istilah ini berasal dari bahasa jawa, dimana "ngabubur" berarti "menunggu berbuka", sedangkan dalam bahasa sunda menurut pakar bahasa Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Gugun Gunardi, M.Hum., ngabuburit merupakan gabungan dari kata "ngalantung ngadagoan burit" atau bermain sambil menunggu waktu sore.
Nah, untuk para ekstrovert, memang lebih mudah menemukan lokasi favorit untuk ngabuburit karena mereka biasanya menyukai keramaian dan interaksi sosial luar rumah. Tempat-tempat seperti alun-alun, taman kota yang ramai, kafe atau restoran yang viral, dan acara-acara komunitas bisa menjadi pilihan yang cocok bagi mereka.
Di taman kota yang ramai misalnya, biasanya menawarkan berbagai kegiatan dan hiburan yang cocok bagi mereka yang menyukai keramaian. Atau di cafe atau restoran yang populer juga menjadi pilihan bagi ekstrovert, dimana mereka dapat bersantai sambil sambil berbincang-bincang dengan teman-teman sembari menunggu waktu berbuka menikmati makanan dan minuman favorit.
Jadi, bagi para ekstrovert, ada banyak pilihan tempat dan aktivitas yang bisa mereka pilih untuk mengisi waktu ngabuburit sesuai dengan kepribadian dan minat mereka yang menyukai keramaian dan interaksi sosial luar ruang.
Sementara itu, semakin dewasa, kebutuhan akan kesendirian dan refleksi diri semakin menjadi prioritas bagi sebagian dari kita. Bagi para introvert, momen ngabuburit bukanlah tentang mencari keramaian dan hiruk-pikuk yang menguras energi, melainkan lebih kepada menemukan ketenangan dalam kesunyian.Â
Ini bukan berarti mereka bersifat anti-sosial, namun lebih kepada pemahaman diri bahwa mereka butuh ruang untuk merenung dan mencari inspirasi.
Dulu, ketika masih kecil, kita mungkin terpesona dengan keramaian pasar takjil dan jajanan berbuka puasa. Namun, seiring bertambahnya usia, kita mulai menyadari bahwa kebutuhan akan momen kesendirian justru semakin mendominasi.Â