Silaturahmi dan Jeratan Tali Social Distancing
Silaturahmi Adalah Karakter Dasar Manusia
Manusia adalah makhluk sosial, zoon politicon dalam konsep Aristoteles. Konsep ini tertanam kuat dalam mindset setiap orang dan memang demikianlah realitanya bahwa manusia bukanlah makhluk individu yang bisa hidup sendiri tanpa kehadrian dan bantuan orang lain. Fitrah ini menjadikan setiap orang ingin selalu berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Dalam bahasa agama, interaksi yang selalu terjalin antara seseorang dengan orang lain diistilahkan dengan silaturahmi. Bahkan, tafsir terhadap terminologi silaturahmi ini tidak sekadar memastikan terjalinnya interaksi.
Namun lebih dari itu, silaturahmi dimaknai sebagai perbuatan baik kepada semua kerabat, yang bisa berwujud pemberian sedekah, menyebarkan salam atau kegiatan-kegiatan baik lainnya dalam upaya memenuhi kebutuhan orang lain. Atas dasar ini kita bisa mengambil satu benang merah bahwa silaturahmi adalah fitrah manusia sebagai makhluk sosial.
Telah banyak disinggung baik dalam konteks kehidupan beragama maupun bersosial tentang manfaat bersilaturahmi ini, pun sanksi dan ancaman bagi orang yang memutuskannya. Konklusi yang dapat kita ambil dari penjelasan tentang kedua hal ini adalah bahwa silaturahmi adalah suatu kewajiban bagi setiap orang.
Lalu pertanyaannya adalah bagaimana setiap orang mewujudkan keharusan bersilaturahmi di tengah pandemi berbahaya yang saat ini sedang melanda? Kita maklumi bersama bahwa wabah covid-19 yang menakutkan ini tidak bisa dianggap remeh sebab dapat mengancam keselamatan jiwa.
Berbagai kebijakan untuk mencegah penularan yang lebih masif dilakukan, salah satunya dengan menerapkan social distancing (pembatasan sosial). Implikasinya adalah ruang gerak, interaksi, dan mobilitas kita menjadi sempit dan terbatas. Hipotesis yang bisa kita berikan untuk menjawab pertanyaan ini adalah pemanfaatan media sosial sebagai sarana menjalin silaturahmi. Dengan demikian, adanya media sosial ini memfasilitasi kita mewujudkan kewajiban bersilaturahmi dengan keluarga, teman, rekan kerja, dan mitra yang lain.
Silaturahmi Tetap Bisa Meski Tak Jumpa
Perkembangan media komunikasi dewasa ini telah memberikan kemudahan kepada kita selaku pengguna untuk tetap berinteraksi. Berbagai layanan siap sedia dikreasikan untuk memastikan kita bisa terhubung dengan mitra di luar kita. Ada layanan whatsapp, facebook, instagram, telegram, twitter, line, dan jenis lain yang bisa menjadi media pilihan bersilaturahmi. Media-media memiliki berbagai fasilitas yang memungkikan kita bersilaturahmi baik dengan lisan maupun tulisan, berkirim pesan audi, visual, maupun keduanya. Perkembangan media komunikasi ini nyata-nyata telah menyibak tirai batas wilayah sehingga seolah tidak ada jarak antara kita dengan orang lain di tempat yang berbeda. Dengan kata lain silaturahmi tetap bisa meski tidak berjumpa.
Pada sisi yang berbeda, perkembangan media komunikasi memang menimbulkan kebebasan berkomunikasi sehingga tidak jarang menimbulkan permasalahan. Misalnya, muncul pemberitaan yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, konten dengan nada menyulut inharmonisasi kehidupan marak terjadi, tak jarang pula muncul dari berbagai media komunikasi yang berkembang ini bahasa-bahasa yang bernada penghinaan, pelecehan, penipuan, provokasi dan lain-lain. Semua ini tentu dapat menimbulkan kegaduhan. Dengan konten-konten seperti ini kita selayaknya menerapkan social media distancing. Kemampuan literasi media sosial yang baik dalam hal ini menjadi hal mendasar yang harus dimiliki oleh setiap orang. Slogan saring sebelum sharing layaknya pas menjadi panduan kita bermedia sosial sehingga tujuan bersilaturahmi yaitu memberikan manfaat dan kebaikan bagi orang lain bisa kita dapatkan.