Endah rahayuhandayani
Endah rahayuhandayani Wiraswasta

Seorang ibu rumahtangga dengan pemikiran sederhana

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Refleksi Keikhlasan Dalam Keseharian Ibu Rumah Tangga untuk Meraih Lailatul Qadar

7 Mei 2021   22:03 Diperbarui: 7 Mei 2021   22:05 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Refleksi Keikhlasan Dalam Keseharian Ibu Rumah Tangga untuk Meraih Lailatul Qadar
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ramadhan tiba semua bahagia. Begitulah kira-kira yang dialami oleh semua umat muslim. Idealisme ramadhan memang sudah "seharusnya" diisi dengan ibadah-ibadah mahdhoh yang mungkin tidak bisa dilakukan dengan begitu intens di bulan yang lain. Apalagi di bulan ini ada malam lailatul qodr yang digadang akan melipat ribu kan amalan-amalan kita. Siapa yang ga mau?.

Seperti yang lain, awal bulan ramadhan ini pun saya telah menetapkan berbagai target ideal peribadatan dan ingin lebih khusyuk lagi untuk mendekat pada Allah swt, sebagai sarana detoksifikasi jiwa setelah setahun bergelut dengan hal-hal duniawi. Akan tetapi dalam perjalanan 30 hari berpuasa,justru mendekati akhir bulan, anak-anak malah sakit dan sakitnya tumben agak lama. Tentu saja ini berpengaruh pada semua planning yang sudah saya susun.

Ketika anak sakit, yang saya lakukan hanya bisa menjaga mereka sepanjang siang dan malam hari. Saat siangpun puasa tetap saya lakukan meski dengan kepala sakit, badan terasa berat dan nyeri. Semua ibu pasti tahu rasanya. Dimana permasalah rumah tangga memang tak tak hanya sebatas anak sakit, tapi bisa saja yang lain, yang jelas mengganggu kestabilan pikiran dan fisik. Entah itu masalah ekonomi, masalah dengan suami, masalah dengan keluarga dan lainnya 

Yang saya soroti adalah dengan datangnya permasalahan-permasalahan tersebut, jelas mengganggu konsentrasi beribadah. Sehingga timbul perasaan dimana ramadhan ini saya berbeda dan ketinggalan jauh dengan yang lain. Jangankan tarawih, sholat 5 waktu pun saya kerjakan dengan kilat karena selalu diburu oleh teriakan anak-anak. Seakan akan romadhon ini saya gagal dan berjalan begitu saja, apalah lagi dengan harapan meraih lailatul qodr.

Setelah dipikir-pikir, ketidakikhlasan akan ketidakmampuan saya mengerjakan ibadah yang saya rasakan itu seharusnya tak ada. Karena kembali bahwa anak adalah amanah Allah, wajib untuk dijaga. Jadi bukankah yang saya lakukan ini juga bernilai ibadah,apalagi misi utama orang tua adalah mengawal keberlangsungan sujud sang anak sebagaimana doa nabi ibrahim yang memohon pada Allah agar anak keturunannya dijadikan hamba yg selalu bersujud (shalat).

Sederhananya saya bisa berharap bahwa disaat yang lain sedang itikaf, saya mendapat amalan lewat menjaga anak-anak sepanjang siang dan malam, disaat orang lain bisa jor joran sedekah, saya selalu tetap tersenyum didepan anak meskipun badan terasa lelah, disaat orang lain bisa memperpanjang tilawah dan hafalan, saya setiap malam berulang ulang membacakan cerita agar mereka bisa tertidur meski demam masih melanda tubuhnya. Disaat yang lain bisa berdzikir banyak-banyak, saya berulangkali mengingatkandan menghibur serta menguatkan hati sang anak agar bersemangat untuk sembuh, menentramkan mereka bahwa insya allah ujian akan segera berlalu. Bahwa apa yang kita alami adalah kehendak Allah dan sudah seharusnya kita ridho dengan qodho dan qodarNya.

Dengan pemahaman sederhana tersebut, perlahan ketidak ikhlasan saya yang tak bisa beribadah seperti yang lain segera menghilang, berganti dengan perasaan ridho akan semua ketetapan Allah dan semakin menyadari bahwa dibalik kekuasaan Allah yang bisa menjadikan kita apa saja,ternyata juga tersimpan kasih sayang yang besar.  Bahwa ternyata dengan hal-hal kecil yang bisa saya lakukan dalam rangka pengabdian sebagai seorang ibu, saya tetap berharap bisa meraih lailatul qodr seperti umat islam yang lain di bulan ramadhan ini. 

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun