Aku dan Ramadhan Tahun Ini
Bulan Ramadhan telah tiba dan bukan hanya Aku yang menunggunya. Banyak yang berharap dan senantiasa melantunkan doa, bagi setiap pemeluk Islam, Ramadhan menjadi sebuah pengharapan. Pengharapan akan sebuah kemuliaan di hadapanNya. Akupun bagian dari yang mengharap, Ramadhan tiba dan Aku bisa mengisinya dengan detak-detak ibadah semampuku.
Banyak ragam dan ihtiyar insan-insan beriman tadi dalam menyambut Ramadhan. Namun, seolah tertuju pada fastabiqul khoirot, yaitu berlomba dalam kebaikan. Dorongan dalam hatikupun demikian, ingin menapak sejauh dan sedalam mungkin nilai-nilai ibadah bisa aku laksanakan. Tentu, di Tengah kegiatanku sebagai seorang Abdi Negara.
Banyak pengalaman Ramadhan tahun lalu yang Aku ambil untuk selalu memperbaiki kualitas Ibadah kita kepada Allah. Ibadah yang baik tentu, hikmahnya untuk Aku pertahankan, yang kurang harus aku tingkatkan. Setidaknya ada kuantitas dan kualitas ibadah yang tidak jalan di tempat, namun berubah pada keseriusan diri untuk lebih baik.
Sebagaimana kaum muslim lainnya, tak jauh berbeda dengan Ramadhan ibadah puasa di bulan Ramadhan diawali dengan salah satunya menikmati hidangan dan minum sebelum waktu Subuh berkumandang. Makan sahur, sebuah kenikmatan yang mematri diri untuk bisa terbangun antara jam tiga jelang subuh. Makan sahur ini menjadi sebuah energi, memberikan kekuatan dan yang penting adalah menjalankan sunnah tuntutan Rosul. Bukan pada mewahnya hidangan, namun terletak pada niat kita untuk menjalankan setiap amalan dan tuntutan Rosul tadi.
Rutinitas pada bulan Ramadhan yang menggelorakan hati, setelah sahur, menunggu tiba saat Subuh berjamaah. Detik-detik yang ada, terisi oleh lantunan tadarus. Sungguh menyentuh kalbu dan nikmat yang tak bisa terlewatkan, atas semua yang telah diberikanNya. Langkahku, sejauh ini bisa jadi berada pada titik kesalahan, dan momen Ramadhan menjadi momen untuk menghapus jejak tadi dengan perasaan bertobat penuh ketulusan.
Ramadhan, kalau boleh Aku berbisik : Meski bagiku yang terberat adalah memerangi diri sendiri, memerangi hawa nafsu, mengantarkan pada sebuah titik sikap pada kesadaran. Kesadaran untuk membenahi diri dan mentransformasikan diri pada jalur yang menjadi tuntutan agaman.
Aku, sebagai Abdi Negara yang masih awal melangkah, penuh harapan ke depannya. Ada karir dan tentunya sebuah cinta yang ingin Aku gapai. Aku percaya, gapaian cita dan cinta itu, akan mudah terkabulkan, dengan doa-doa di bulan Ramadhan ini.
Tidak ada yang lebih indah pada detik-detik mengisi Ramadhan, selain salah satunya dengan memperbanyak mat aini tertuju pada musaf Alquran dan mentadaburi makna-demi maknanya, yang sangat penuh arti, menjadi pedoman keseharian maupun pedoman dalam melaksanakan tugas sebagai Bhayangkara Negara.
Tentu, Aku menginginkan bukan sekedar menjadi Abdi Negara yang biasa-biasa saja, aku ingin menapak pada jenjang Abdi Negara yang benar-benar bisa memberikan manfaat, bukan untuk diri sendiri, keluarga, namun pada Masyarakat. Sebagai sebuah konsekuensi atas pilihan untuk hidup dengan uang rakyat, maka semangat untuk berbuat terbaik, terpatri dalam dada ini. Semua ada dalam Al Furqon. Maka, sebaik baik membaca Alquran juga harus memahami makna arti dari setiap Ayat yang telah dibaca untuk dipraktekkan kebaikan dalam kehidupan ini.
Pada sisi lain, sebagai ciri khas Ramadhan, ngabuburit, kuliner, menjadi sebuah pernik, yang tidak menyita waktu, hingga akhirnya terjebak lalai pada hikmah dari Ramadhan tadi. Membuang waktu dalam Kesia-sian, sudah saatnya untuk tidak dilakukan, karena tidak ada yang bisa menjamin Ramadhan yang penuh berkah tadi, akan bisa Kembali Bersama kita.
Jangan lupa untuk selalu Istiqomah dalam ibadah dan selalu berharap mendapat Ridho Allah.
Salam di Bulan Yang penuh Barokah.