Tradisi Kupatan di Kota Kudus
Dalam merayakan hari raya Idul Fitri, kota Kudus memiliki keunikan yang tersendiri. Di kota Kudus memiliki tradisi yang dilakukan pada seminggu setelah Idul Fitri. Tradisi tersebut disebut dengan Kupatan. Kupatan sendiri juga dapat diartikan sebagai Lebaran Ketupat. Keunikan pada tradisi ini adalah ketupat tidak disajikan pada hari raya Idul Fitri, melainkan pada saat seminggu setelah Idul Fitri.
Menurut masyarakat Jawa, Kupat merupakan singkatan dari "ngaku lepat" yang memiliki arti mengaku salah. Hal tersebut yang menjadi alasan ketupat dijadikan sebagai simbol permintaan maaf dalam perayaan Idul Fitri.
Kupatan merupakan ketupat dalam bahasa Jawa. Kupat sendiri berasal dari kata "papat" yang memiliki arti empat karena ketupat sendiri berbentuk segi empat.
"Biasanya Idul Fitri di hari pertama dan kedua kami menyiapkan cemilan saja" ucap Mila.
Masyarakat Kudus sudah terbiasa dengan tradisi Kupatan ini sehingga pada saat merayakan Idul Fitri terutama di hari pertama dan kedua mereka akan lebih berfokus untuk menyediakan cemilan.
Tradisi Kupatan ini berawal dari upaya Wali Songo terutama Sunan Muria dalam menyebarkan ajaran Islam melalui praktik kebudayaan.
Pada saat merayakan Kupatan, tidak hanya ketupat saja yang disajikan namun terdapat makanan pendampingnya yaitu lepet. Lepet sendiri merupakan makanan pendamping yang terbuat dari beras ketan dan kelapa, kemudian dibungkus dengan daun janur.
Adanya hubungan yang erat antara masyarakat Kudus dengan tradisi ini sangatlah penting untuk menjaga dan mempertahankan kekayaan budaya Kupatan ini agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.