a.k.a Shita Rahmawati or Shita Rahmawati Rahutomo, corporate communication, public relation, officer, penulis, gila baca, traveler, blogger, cooking addicted, dreamer, social voluntary, akademisi, BRIN Awardee.
Masjid Raya Banten, Saksi Sejarah Indahnya Perpaduan Pikiran, Budaya dan Estetika
Setelah berpuas-puas diri menikmati suasana masjid aku tertarik untuk menikmati suasana reruntuhan bangunan Keraton Kasibon yang dulu dihuni Ibunda Sultan kini hanya meninggalkan reruntuhan. Jika kepingan batu tua itu bisa berbicara tentang sejarah Kesultanan banten aku akan mendengarkannya dengan seksama. Penampakan batu-batu yang mengelilingi reruntuhan itu sendiri sudah puitis dan meninggalkan kesan mendalam. Dalam kepingan-kepingan bata itu terselip cerita bahagia, kejayaan dan kesedihan dari waktu ke waktu.
Konon perang dengan Belanda membuat Keraton dibakar dan harta kesultanan dijarah dibawa ke Belanda. Sebelumnya Kasultanan Banten adalah negara maritim yang makmur dan sejahtera.
Sultan Ageng Tirtayasa adalah Raja terbesar berhasil membawa banten menjadi pelabuhan internasional yang ramai disinggahi kapal asing yang membeli rempah-rempah. Begitu jaya dan makmurnya banten hingga masuk dalam catatan sejarah pengelana Portugis Tomme Pires dan juga tercatat pada beberapa karya sastra Eropa. kekayaan yang melimpah digunakan Sultan Ageng Tirtayasa untuk membangun insfrastruktur seperti jalan raya dan waduk serta saluran irigasi sehingga pertanian Banten juga tumbuh subur.
Banten adalah negara kaya dengan pelabuhan ramai sekelas pelabuhan internasional. Letaknya juga lebih strategis dibanding Demak yang meredup akibat perebutan kekuasaan. banten memiliki hubungan diplomatik dengan Inggris dan secara berkala mengirimkan diplomatnya ke Inggris untuk kepentingan perdagangan.
Banten mengalami kemunduran setelah Sultan Ageng Tirtayasa berselisih dengan putranya yang berambisi naik tahta. Dengan dukungan Belanda ia melakukan pemberontakan dan menyingkirkan ayahnya sendiri Sultan Ageng Tirtayasa. Meskipun sudah menyingkir ke daerah pedalaman Sultan Ageng berhasil ditangkap Belanda dan diasingkan ke Jayakarta (Batavia0 hingga akhir hayatnya. Sultan haji menggantikan ayahnya namun belanda tentu saja menuntut imbal balik dari bantuannya menyingkirkan ayahnya.
Belanda lalu memonopoli perdagangan di pelabuhan, menguasai Lampung penghasil lada hitam yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan Banten. Belanda juga menuntut pengembalian biaya perang dan melarang Banten menempatkan penjagaan di wilayah kekuasaannya di pasundan. Sultan haji menjadi raja boneka hingga akhir hayatnya.
Setelah itu Sultan ditunjuk oleh Belanda. Hal tersebut membuat rakyat dan ulama marah hingga melakukan pemberontakan. belanda tanpa ampun menumpas habis pemberontakan dan membakar keraton Surosowan serta menjarah kekayaan Kesultanan banten. Hingga saat ini sebagian harta jarahan Kesultanan Demak berupa mahkota emas sang Sultan, perhiasan emas permata, senjata seperti keris dan pedang yang berhias batu permata dan emas masih tersimpan di Museum Rijkmuseum, Amsterdam. Sebagian koleksi kesultanan Banten yang sudah dikembalikan bisa dilihat di koleksi emas Museum Nasional.
Begitulah sepenggal cerita tentang indahnya perpaduan berbagai budaya, pemikiran dan seni estetika menghasilkan karya yang masih bermanfaat dan bisa kita nikmati hingga saat ini. Banten di masa jayanya adalah negeri yang tinggi toleransi meski mayoritas muslim tetapi penganut agama lainnya bisa hidup rukun damai berdampingan. Bukti kerukunan itu bisa dilihat dari keberadaan wihara cantik yang terletak berseberangan dengan benteng Surosowan. Jika kalian memiliki kesepmatan datanglah ke Banten dan datangilah tempat-tempat bersejarahnya dan dapatkanlah hikmah kehidupan.
Depok, 08 Maret 2023