Tarawih: Jumlah Rakaat dan Fadhilahnya
Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Ramadhan kerap disebut dengan bulan syahrun mubarak atau bulan yang penuh berkah. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh kemuliaan dan keberkahan yang mana setiap ibadah akan dilipatgandakan pahalanya. Bulan ini disebut juga dengan bulan puasa karena di dalam Ramadhan terdapat ibadah puasa yang wajib dilaksanakan oleh muslim yang sudah akil balig.
Selain puasa, ada juga ibadah lainnya. Salah satu ibadah yang khas dan hanya ada di bulan Ramadhan adalah ibadah sholat tarawih. Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari تَرْوِيْحَةٌ yang diartikan sebagai “waktu sesaat untuk istirahat”. Waktu pelaksanaan salat sunah ini adalah selepas isya, biasanya dilakukan secara berjamaah di masjid dan musala atau bisa juga dilakukan di rumah.
Dalam pelaksanaan salat tarawih berjamaah, terdapat perbedaan dalam hal jumlah rakaat tarawih. Ada yang 8 rakaat, 20 rakaat, sampai 40 rakaat. Di Indonesia sendiri, terdapat dua perbedaan jumlah rakaat, terutama yang dipakai oleh dua organisasi islam besar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU menerapkan 20 rakaat ditambah dengan 3 rakaat witir (2x salam) yang dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau musholla. Penerapan 20 rakaat sholat tarawih ini didasarkan pada penerapan sholat tarawih yang dilaksanakan pada zaman Khalifah Umar bin Khattab r.a.
Untuk Muhammadiyah sendiri menerapkan 8 rakaat ditambah dengan 3 rakaat witir (1x salam). Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a. (diungkapkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah).
Adanya perbedaan itu sebenarnya bukanlah suatu masalah yang besar. Seperti yang diungkapkan oleh K.H. Anwar Zahir dalam ceramahnya yang berbunyi, “Sholat teraweh nek wong NU seneng rong puluh, dowo akeh. Nek Muhammadiyah seneng wolu, ndek. Tapi lak podo teraweh e, enggeh a? Podo benere. Sing gak bener iku sing gak tau teraweh.” Yang artinya kurang lebih, “Salat tarawih kalau orang NU suka dua puluh (rakaat), panjang banyak. Kalau Muhammadiyah suka delapan (rakaat), pendek. Tapi kan sama tarawihnya, iya kan? Sama benarnya. Yang tidak benar itu yang tidak pernah tarawih.” Jadi, mau berapapun rakaatnya sama benarnya. Yang penting adalah tetap menjalankan ibadah salat tarawih.
Selain itu, sholat tarawih juga diyakini memiliki fadhilah-fadhilah di tiap harinya, seperti dilansir di NU Online (nu.or.id). Dalam kolom Warta NU Online berjudul Fadhilah Sholat Tarawih yang dipublikasikan pada 2 November 2003, termuat fadhilah sholat tarawih dari malam pertama hingga malam kedelapan belas. Akan tetapi, hal itu belum jelas apakah bersumber dari hadits atau dari mana. Sebenarnya di dalam kitab Durrotun Nashihiin karya Syaikh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al Khubari, terdapat hadits yang menjelaskan fadhilah sholat tarawih dari malam pertama hingga malam ketiga puluh. Dalam hal ini, yang bersumber dari kitab tersebut lebih jelas dan rinci daripada yang terdapat di laman web NU Online.
Walaupun begitu, terdapat pro dan kontra terhadap fadhilah sholat tarawih tersebut. Salah satunya yang kontra adalah sebuah artikel yang termuat di situs NU Online. Dalam kolom Ramadhan berjudul Adakah Fadhilah Tarawih Per Hari? yang dipublikasikan pada 8 Mei 2019, disampaikan beberapa keganjilan terkait fadhilah sholat tarawih per hari. Hal itu disampaikan oleh Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja Center Jember. Beliau menyampaikan bahwa sangat aneh bila ada "hadits" yang isinya menjelaskan fadhilah tarawih per hari, padahal istilah tarawih saja belum ada ada pada zaman Nabi Muhammad SAW, tetapi masih qiyamu ramadhan yang didasarkan pada hadits riwayat Bukhari-Muslim.
Keganjilan lain yang disebutkan beliau adalah fadhilah yang terlalu wow. Menurut beliau, ini adalah salah satu ciri hadits bermasalah (lemah atau bahkan palsu). Misalnya, seperti pahala sholat di Masjidil Haram, seperti mengkhatamkan 4 kitab suci, bahkan diberi anugerah seperti ibadahnya para Nabi, seperti melakukan 1000 haji, dll. Wow sekali. Ini keganjilan secara matan. Adapun keganjilan secara sanad menurut beliau adalah sanadnya tak ada. Sumber hadits fadhilah tarawih per hari adalah kitab Durrotun Nashihin yang kebiasaannya tak menyampaikan sanad. Jadi, hadits fadhilah tarawih per hari itu sangat bermasalah, bahkan mempunyai ciri-ciri hadits palsu. Andai itu dhaif saja, tentu kitab-kitab hadits mu'tabar akan memuatnya beserta sanadnya.
Penulis sendiri lebih memilih netral dalam menyikapi fadhilah sholat tarawih ini. Bagi siapapun sah-sah saja mempercayai adanya fadhilah sholat tarawih per harinya ataupun tidak. Toh, hal itu tidak mengganggu kesunahan dari sholat tarawih. Sholat tarawih sebagai qiyamu ramadhan hukumnya tetap sunah dan sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan Ramadan.
Di sisi lain, penulis pernah berdiskusi pada awal Ramadan 1441 Hijriah ini dengan salah seorang santri Madrasah NU Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) yang juga rekan IPNU di Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, yang bernama Ilham. Disampaikan dalam obrolan diskusi tersebut bahwa dia sendiko dawuh dengan adanya fadhilah sholat tarawih tersebut. Namun, terkait keikhlasan berbeda lagi. Dikhawatirkan ketika seseorang sudah mengetahui fadhilah dari sholat tarawih, niat tarawihnya akan berubah dari yang sholat karena mengharap ridho Allah menjadi sholat karena ingin mendapatkan ganjaran seperti yang dijelaskan dari fadhilah sholat tarawih tersebut. Hal itu kan menunjukkan ketidakikhlasan karena mengharapkan imbalan tersebut. Namun, jika untuk menambah semangat tidak apa-apa. Yang tidak baik adalah berubahnya niat sholat tarawih. Terlepas dari itu semua, penulis tetap menganjurkan untuk melaksanakan ibadah tarawih di tengah pandemi corona ini, baik yang dilaksanakan di rumah maupun berjamaah di masjid dan musala bagi yang berada di daerah zona hijau.