Amidi
Amidi Dosen

Dosen dan Pengamat Ekonomi

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Idealnya di Bulan Ramadhon Tidak Ada Lagi Kecurangan dalam Melakoni Bisnis!

18 Maret 2024   06:27 Diperbarui: 18 Maret 2024   06:43 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idealnya di Bulan Ramadhon Tidak Ada Lagi Kecurangan dalam Melakoni Bisnis!
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Oleh Amidi

 

Bagi kaum muslimin dan muslimat, orang Islam Laki-laki dan perempuan, di bulan Ramadhon ini biasanya berlomba-lomba memproduksi kebaikan (pahala) dan menjauhi perbuatan buruk (dosa). Namun, masih ada juga yang lalai, sehingga mereka melakukan penyimpangan, baik dalam aktivitas kehidupan maupun dalam aktivitas bisnis, yang dilakukan oleh pelaku bisnis.


Idealnya pelaku bisnis dapat memanfaatkan momentum Ramadhon ini untuk memproduksi kebaikan (pahala) dengan berbagi, tidak membebani/memberatkan konsumen, tidak semau-nya menaikkan harga, tidak curangdan/tidak membohongi konsumen, dan tidak melakukan tindakan lain yang  merugikan konsumen.

Namun, apa nanya, fenomena yang tidak diinginkan konsumen tersebut masih saja terjadi pada bulan Ramadhon ini.

Bila kita cermati, sebenarnya tindakan melanggar etika atau kecurangan bisnis yang terjadi di bulan Ramadhon ini, yang dilakukan oleh sebagian pelaku bisnis tersebut, merupakan manifestasi atau kelanjutan atau kebiasaan tindakan melanggar etika atau kecurangan bisnis pada hari-hari biasa.

            Bentuk Kecurangan.

Bila ditilik dari pengalaman masing-masing konsumen  yang melakukan transaksi pada suatu unit bisnis, ada saja bentuk kecurangan yang dilakukan pelaku bisnis (pemilik/pelayan). Bila konsumen  mau mencatat atau menyimpan bentuk kecurangan tersebut dalam memori, maka tidak sedikit kecurangan yang menerpa konsumen.

Unik-nya lagi , (maaf) bahwa kecurangan tersebut terkadang dilakukan oleh "kebanyakan" pelaku bisnis di negeri ini tanpa memandang agama.

Kecurangan yang sudah umum dan tanpa disadari adalah tindakan kasir dalam hal  pengembalian uang belanja konsumen atau "sosokan" (meminjam bahasa Palembang) dengan permen. 

Kasir dengan enteng, dan  merasa tidak bersalah,  berujar; "maaf bapak/ibu/saudara kami tidak ada uang recehan, pengembalian uang belanja ini, kami berikan/gantikan dengan  permen". Kasir yang merasa tidak bersalah (berdosa) tersebut, sambil memberikan pengembalian uang belanja  dalam hitungan genap, dan selebihnya ia  sertakan dengan permen. Misalnya; konsumen berbelanja sebesar Rp. 67.687,-, sementara konsumen memberikan/membayar dengan  uang sebesar Rp. 100.000,-,  uang pengembalian  belanja  yang akan konsumen  terima tersebut sebesar Rp. 32.313, -. Dalam hal ini, kasir memberikan  pengembalian uang belanja berupa uang  senilai Rp. 30.000,-, sedangkan sisa-nya sebesar Rp 2.313,-   ia ganti dengan permen.

Terlepas ini ada siasat untuk memperbesar keuntungan, yang jelas fenomena pengembalian uang belanja  sering sekali terjadi, baik diluar bulan Rmadhon maupun di bulan Ramadhon ini. Intensitas-nya akan lebih tinggi lagi, kejadian-nya akan lebih banyak lagi di bulan Ramadhon ini, karena pada bulan Ramdhon ini, konsumen berbelanja cendrung lebih banyak dari hari biasa.

Kemudian, turunan kecurangan tersebut adalah, kasus kasir yang tidak memberikan struk belanja, baik yang terjadi di gerai ritel modern maupun pada unit bisnis lain. Apakah  ada unsur kesengajaan atau tidak, yang jelas tidak jarang konsumen tidak diberikan struk belanja tersebut. Mereka memberi alasan, struk tidak bisa di print-lah, tinta habis-lah, dan alasan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun