Baju Lebaran Sita
Tiba-tiba terdengar pintu diketuk, ibu Sita segera mengusap air mata dan bangkit hendak membuka pintu. Tampak Bu Hendra berdiri di depan pintu dengan kedua tangan membawa tas jinjing.
"Assalamualaikum, Bu Sita, nanti kuenya kalo sudah matang langsung kirim ke masjid saja, ya. Saya mau pergi, jadi nggak usah diantar ke rumah. Ini uang pelunasan ada di dalam, sisanya ambil buat jajan Sita. Ini juga ada sedikit bingkisan buat Ibu dan Sita. Diterima, ya. Maaf kalo kurang cocok." Sambil menyerahkan tas dari tangan kiri dan kanan, Bu Hendra tersenyum manis.
Sita dan ibunya hanya termangu. Tangan mereka memang menerima bingkisan, tetapi wajahnya tampak bingung. Ucapan terimakasih sampai tak keluar dari bibir keduanya hingga Bu Hendra melangkah.
Seketika ibu Sita sadar, dengan sedikit gugup ia berkata, "Bu Hendra, maa-maaf, terimakasih sekali. Semoga Ibu segera mendapat balasan dari Allah."
Bu Hendra hanya tersenyum dari kejauhan sambil melambaikan tangan.
Sita dan ibunya saling berpandangan. Mereka menutup pintu lagi. Lalu, membuka bingkisan dari Bu Hendra.
Ada dua potong baju seukuran Sita dengan warna yang cerah. Sepotong gamis lengkap dengan kerudungnya. Beberapa toples kue kering. Antara percaya dan tidak, tapi semua ada di depan mata.
Sita dan ibunya saling berpelukan. Air mata tak bisa dibendung dari mata mereka. Rasa syukur yang dalam tampak di wajah mereka.
"Ibu, inilah baju lebaran yang Sita mau. Baju lebaran yang dikirim Allah untuk Sita. Nggak baru nggak apa-apa, tapi nggak membuat Ibu susah payah mendapatkannya."
"Betul, Nak. Lebaran bukan hanya perkara baju harus baru. Lebaran adalah peristiwa ketika kita seperti terlahir kembali dan mengenakan pakaian baru. Yaitu pakaian keimanan. Jadikan itu sebagai inspirasimu, Nak. Ibu akan bangga padamu."
Keduanya lalu saling memeluk erat.