Jum'at atau Sabtu Sama-Sama 1 Syawal: Berbeda Itu Indah (Refleksi Idulfitri 1444 H)
Dr. Santoso, S.S., M.Si
Dekan Fakultas Studi Islam Umri,
Wakil Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Provinsi Riau
Keragaman adalah keindahan yang tumbuh subur di tanah air tercinta Indonesia. Keragaman bukan hanya terkait suku, Bahasa, dan adat istiadat, tetapi juga khasanah keagaan Islam.
Keragaman tersebut menunjukkan kekayaan yang mampu mendewasakan 270 juta jiwa manusia Indonesia. Sebuah jumlah warga bangsa yang telah menempatkan Indonesia sebagai penduduk terbesar ke-4 didunia.
Hal ini cukup menjadi kurikulum belajar bagi bangsa Indonesia untuk terampil dalam bersikap, saling menghargai dan menjaga. Cerdas dalam berfikir, dengan perspektif yang holistic dan konstruktif. Pandai dalam menempatkan diri, bagaimana 'diriku tetap menjadi diriku, dengan tanpa mendesak dan melukai diri lain yang berbeda'.
Momentum Iedul Fitri 1444 H adalah salah satu bentuk keragaman yang indah dan menyejukkan dalam wajah dan khasanah keagamaan di Indonesia. Sebagaimana yang sudah-sudah, terjadi perbedan pendapat dalam penetapat 1 Syawal 1444 H, terutama antara Persyarukatan Muhammadiyah dengan Pemerintah.
Penting untuk difahami, perbedaan ini bukanlah pertentangan, melainkan dinamika keagaamaan Islam yang lebih bersifat Ilmiah ( penentuan hilal) sebagai dasar fiqih dalam beribadah (Shalat Iedul Fitri). Momentum ini sesungguhnya memiliki hikmah yang sangat besar bagi umat Islam di Indoensia, diantara hikmeh tersebut antara lain:
Pertama, menunjukkan kepada semua umat bahwa Islam adalah agama yang ditegakkan bukan semata atas dasar keyakinan insaniyah semata, tetapi Islam adalah agama yang ditegakkan atas dasar kebenaran ilmiah yang dibimbing oleh wahyu. Islam adalah agama yang berdiri diatas kebenaran yang kemudian diyakini sebagai pedoman, bukan keyakinan yang dibenarkan sebagai sebuah diktris.
Kedua, memberikan semangat kepada umat Islam secara khusus untuk memahami ajaran agamanya secara utuh dan mendalam. Pemahaman keagaan menjadi dasar pelaksaan ibadah, sehingga jauh dari keraguan, dan taklid buta. Hal inilah yang menjadikan eksistensi agama dalam diri sertiap muslim menjadi kokoh dan murni.
Ketiga, pemahaman keagamaan yang utuh dan mendalam, mengantarkan seluruh umat pada sikap keagamaan yang bijak, penuh penghargaan, toleransi, dan saling menjaga (tasamuh).