Arai Amelya
Arai Amelya Freelancer

Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Dawet, si Takjil Manis Sejuta Umat dari Abad ke-10

14 April 2023   12:36 Diperbarui: 14 April 2023   12:38 1444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dawet, si Takjil Manis Sejuta Umat dari Abad ke-10
foto: Wiradesa

Murdijati Gardjito dalam bukunya yang berjudul Gastronomi Indonesia, menyebutkan jika asal-usul dawet sangat erat dengan sejarah Kabupaten Pati di pesisir utara Jawa Tengah. 

Konon di zaman Kerajaan Majapahit dulu, ada wilayah bernama Kadipaten Pesantenan yang didirikan oleh Raden Kembangjaya alias Pangeran Jayakusuma. Diceritakan jika Kembangjaya bersama para prajurit Kadipaten Carangsoka tengah memperluas wilayah lewat membuka-membuka jalur hutan kemiri. Saat melakukan pembukaan hutan, Kembangjaya bertemu seorang pria yang diyakini bernama Ki Sagola. Sagola kala itu tengah membawa gentong berisi dawet dan membuat Kembangjaya terpikat.

Sagola memberitahu jika minuman yang dia bawa terbuat dari pati aren yang diberi santan (santen) dan gula aren. Karena begitu menyukai rasanya, Kembangjaya memberi nama daerah hutan yang baru dia buka sebagai Kadipaten Pesantenan yang merupakan cikal bakal Kabupaten Pati.

Namun dalam cerita lain menjelaskan jika dawet berasal dari Desa Jabung, Ponorogo, Jawa Timur. Hal ini terungkap dalam Prasasti Taji Ponorogo di abad ke-10. Barulah dawet yang tak berwarna itu kembali populer sekitar lima abad kemudian di era Bathoro Katong, sang pendiri Kabupaten Ponorogo. 

Oleh Katong, dawet Jabung ini dikenalkan pada kakaknya, Raden Fatah, sang pendiri Kesultanan Demak dan langsung menyukainya, hingga diberi campuran warna hijau alami. Dawet hijau inilah yang menyebar di Jawa Tengah hingga dibawa ke medan perang oleh prajurit Demak, dan akhirnya dikenal hingga ke Riau, Malaysia, Singapura dan kawasan selatan Thailand.

Kini ratusan tahun berlalu dan peradaban makin maju. Namun minuman dawet tak pernah absen di meja saat Ramadan. Rasanya yang manis dan gurih dari santan akan membuat momen berbuka puasa selalu dinanti. Dawet membawa kenangan manis untukku dan rasa yang nyaman.

Jadi, apa kalian juga sudah berbuka dengan hal yang manis seperti minuman dawet sore ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun