Mantan penyiar radio, jurnalis, editor dan writer situs entertainment. Sekarang sebagai freelance content/copy writer dan blogger. Penyuka solo travelling, kucing dan nasi goreng
Welirang, Mendaki Gunung Lagi dan Sembuh Depresi
Profesi baru sebagai blogger membuatku kembali berani bermimpi. Dan saat itulah aku bersedia membuka diri lagi dengan mereka yang pernah kutinggalkan serta kuhindari.
Hampir dua tahun setelah aku dinyatakan sembuh dari depresi, ajakan untuk kembali menjejak gunung datang.
Beberapa hari setelah Idulfitri tahun 2022, Guntur mengajakku untuk mendaki Gunung Welirang.
Berdiri tegak setinggi 3.156 mdpl, Welirang jelas bukan gunung yang mudah untuk kulalui. Apalagi aku terakhir kali melakukan pendakian adalah tahun 2016, sehingga praktis selama enam tahun otot kaki dan seluruh tubuhku tak pernah merasakan kerasnya alam gunung.
Namun tetap saja, ajakan Guntur itu kuiyakan dan aku berjumpa kembali dengan rekan-rekan pendakianku yang lama.
Aku sebetulnya tak akan berharap bisa mendaki Welirang dengan nyaman, karena tubuhku yang sudah semakin tua jelas tak pernah diajak berolahraga.
Kami berangkat dari Pos Sumber Brantas yang kebetulan di Kota Batu. Ada perasaan senang yang tak bisa kuungkapkan saat aku mengeluarkan kembali carrier, sepatu gunung, matras, sleeping bag hingga trekking pole lamaku. Cukup lama mereka berdebu di gudang dan hampir-hampir tak pernah kusentuh.
Berada di wilayah Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Welirang jelas punya jalur hutan belantara yang begitu rimbun dan sangat sejuk. Seperti yang kutebak, otot-otot kaki dan jantungku langsung berontak karena pos-pos awal Welirang ini langsung mendaki, dengan jalur datar yang sangat minim.
Lantaran ini merupakan pendakian pertamaku kembali, aku bersyukur seluruh rekanku benar-benar menungguku. Mbak Sylvi, Mas Otus, Guntur dan Djombie, semua masih seperti yang kuingat. Mereka sama sekali tak mau meninggalkanku yang setiap sepuluh langkah meminta berhenti itu.
Baru memulai pendakian sekitar pukul sebelas siang, kami pun tiba di Lembah Lengkehan untuk melakukan camping pada pukul empat sore. Lantaran untuk menuju puncak Welirang masih harus melintasi sekitar satu puncak gunung lagi, kami memilih untuk beristirahat dan melakukan perjalanan esok pagi. Seperti kebiasaan kami ketika bermalam di gunung, kami akan berkumpul di depan tenda dan saling berbicara sambil menatap langit. Di Lembah Lengkehan itu, bintang berbinar jauh lebih terang dan tanpa diganggu oleh polusi lampu penduduk atau suara-suara di daratan.