Memaknai Peristiwa Nuzulul Quran pada Bulan Ramadan
Alqur'an merupakan kitab suci seorang muslim. Wajib bagi seorang muslim mempelajarinya, baik cara membacanya maupun memahami maknanya. Ilmu yang mempelajari tentang tata cara membaca Alqur'an disebut ilmu tajwid. Maka hendaknyalah setiap muslim memahami ilmu dasar ini agar dapat membaca Alqur'an dengan benar.
Apalagi di bulan baik ini, bulan ramadan, dimana pada bulan inilah Alqur'an diturunkan, atau yang sering disebut dengan peristiwa nuzulul qur'an. Hal ini berdasar firman Allah dalam surah Al-Qadr ayat pertama, yaitu "Sesungguhnya Kami menurunkan Alqur'an pada malam kemuliaan (lailatul qodr)."
Dan terdapat juga dalam surah Ad-Dukhan ayat 3, sebagai berikut "Sesungguhkan Kami menurunkan Alqur'an pada malam yang diberkahi, sungguh Kamilah yang memberi peringatan." Seorang mufassir (penafsir) Alqur'an terkenal, Alqurthubi dalam kitbnya tafsir Al-Qurthubi menjelaskan tentang ayat tersebut, yang dimaksud dengan 'malam yang diberkahi' adalah malam lailatul qadar (muslim.or.id, 2/6/2018)
Lantas, kapan malam lailatul qadar tersebut datang? Banyak orang berasumsi bahwa turunnya Alqur'an pada malam ketujuh belas bulan ramadan. Jika begitu, mereka menyimpulkan bahwa turunnya malam lailatul qadar berarti pada malam ketujuh belas. Sementara malam lailatul qadr itu perkara yang gaib, yang hanya Allah saja yang mengetahuinya. Namun Rasulullah memberikan beberapa 'kata kunci' kapan tepatnya malam tersebut terjadi.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, IV/220, dan Muslim, no. 1169, disebutkan bahwa datangnya malam lailatul qadar pada 10 terakhir bulan ramadan. Berikut terjemah hadisnya "Carilah malam lailatul qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan ramadan."
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Pertama, semakin memperbanyak ibadah. Dalam hadis riwayat muslim disebutkan "Rasulullah ketika memasuki sepuluh terakhir Ramadan, beliau menghidupkan malam itu, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya"
Mengencangkan ikat pinggang artinya menyibukkan diri dengan ibadah. Beliau juga mengajak membangunkan keluarga untuk menghidupkan 10 malam terakhir bulan Ramadan dengan qiyamullail, agar mendapat keberkahan pada malam lailatul qadar.
Kedua, i'tikaf di masjid. I'tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid untuk beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad no. 12036, sebagai berikut "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadan ketika dalam kondisi mukim. Apabila beliau safar, maka beliau beri'tikaf pada tahun berikutnya selama 20 hari."
Lalu, apa saja yang dilakukan selama dalam kondisi i'tikaf? Hendaknyalah seorang yang beri'tikaf memperbanyak dzikir, tafakkur (merenungkan dan mengingat segala nikmat yang Allah berikan), dan juga memperbanyak membaca Alqur'an.
Semoga bermanfaat.