Begini Cara Mengganti Shalat dan Puasa yang Bolong Ketika Bulan Ramadhan
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa shalat lima waktu adalah kewajiban bagi setiap orang muslim yang sudah mukallaf. Dan termasuk salah satu rukun Islam seperti halnya puasa.
Meninggalkan shalat sama halnya dengan merusak agama. Dalam sebuah hadits dikatakan:
"Bahwa shalat adalah tiang agama, barang siapa yang menegakkannya sungguh ia telah menegakkan agama, dan barang siapa yang merusaknya sungguh ia telah merusak agama".
Karenanya kelak di akhirat amal pertama seorang hamba yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah swt adalah shalat.
Shalat lima waktu sebagai kewajiban seorang muslim yang mukallaf jika karena udzur seperti lupa atau ketiduran ditinggalkan maka harus diqadha.
Namun bagaimana jika dengan sengaja meninggalkan shalat tanpa adanya alasan yang dapat dibenarkan secara syara` ('udzur syar'i) dan itu dilakukan selama bertahun-tahun? Apakah wajib mengqadha? Qadha menurut ilmu Bahasa artinya adalah menyelesaikan, menunaikan, dan memutuskan hukum atau membuat ketetapan.
Dalam kasus seperti ini para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama dari kalangan madzhab hanafi menyatakan bahwa jika seseorang yang shalatnya banyak yang bolong dan tidak tahu secara pasti berapa jumlah shalat yang ditinggalkan maka ia tetap wajib meng-qadha`-nya sampai ia yakin bahwa bahwa ia telah terbebas dari tanggung jawabnya.
Lantas ia wajib menentukan waktu yang pernah ditinggalkannya. Dan dimulai dengan men-qadha` shalat dhuhur yang pertama kali atau yang terakhir kali ditinggalkan. Hal ini untuk memberikan kemudahan.
"Para ulama dari kalangan madzhab hanafi berpendapat bahwa seseorang yang shalatnya banyak ditinggalkan hingga dia sendiri tidak tahu berapa jumlah yang ditinggalkannya wajib meng-qadha-nya sampai ia yakin terbebas dari kewajiban itu. Dan ia wajib menentukan waktunya (waktu yang selama itu tidak menjalankan shalat). Lantas ia berniat (meng-qadla`) shalat dhuhur yang pertama kali atau yang terakhir ia tinggalkan untuk memberi kemudahan baginya".
Sedang menurut kalangan madzhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali orang yang meninggalkan shalat dalam jangka waktu yang sangat lama sehingga ia tidak ingat lagi berapa jumlah yang ditinggalkan maka ia wajib meng-qadla` sampai ia yakin ia terlepas dari kewajibannya dan tidak harus menentukan waktunya. Tetapi cukup baginya untuk menentukan shalat yang pernah ditinggalkan, seperti dzuhur atau ashar.