Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Diplomat

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Menjadikan Work, Life, Ibadah Balance Sebagai Gaya Hidup

23 Maret 2024   10:45 Diperbarui: 23 Maret 2024   13:23 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjadikan Work, Life, Ibadah Balance Sebagai Gaya Hidup
ilustrasi keseimbangan hid,  sumber gambar: Kompas.com

Dalam konteks yang lebih luas, menjaga keseimbangan hidup dapat juga diartikan sebagai upaya meningkatkan kecerdasan spiritual yaitu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya.

Dalam Islam, seorang Muslim yang memiliki kecerdasan spiritual maka ia antara lain akan mematuhi larangan berbuat syirik, percaya kepada pembalasan Allah SWT, mematuhi Perintah shalat, melaksanakan Amar Ma'ruf dan nahi mungkar, menjalankan perintah untuk sabar, mematuhi larangan bersifat sombong dan sederhana dalam bersuara dan merendahkan suara.

Sementara itu, apabila seseorang tidak mampu menjaga keseimbangan hidup, maka akan terpengaruh kesehatan fisik dan mentalnya, bahkan dapat terganggu hubungannya dengan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan hidup sangat penting karena dapat membantu kita mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan mental.

Menurut pendapat para pakar, terdapat beberapa faktor internal dalam menjaga keseimbangan hidup yang perlu diperhatikan yaitu keseimbangan waktu, keseimbangan keterlibatan, keseimbangan kepuasan dan kenyaman.

Terkait faktor keseimbangan yang pertama yaitu keseimbangan waktu, dilakukan dengan menentukan proporsi waktu yang diluangkan untuk pekerjaan dan hal-hal diluar pekerjaan seperti waktu untuk kesenangan pribadi, keluarga ataupun orang orang disekitar kita.

Langkah mudah dalam membentuk keseimbangan waktu adalah berkomitmen untuk menyelesaikan pekerjaan sebaik-baiknya hanya di jam kerja. Di luar jam kerja adalah waktu pribadi dan keluarga, waktu untuk memperbanyak ibadah, jalan-jalan, mendengarkan musik, berkumpul bersama keluarga dan sebagainya.

Dalam kaitannya dengan faktor keseimbangan yang kedua yaitu keseimbangan keterlibatan, maka seseorang harus dapat menentukan komitmen atas keikut sertaan dalam suatu kegiatan. Bentuknya bukan hanya berupa acara saja, namun juga kegiatan lain yang diikutinya seperti seni, olahraga maupun kegiatan bersama keluarga.

Disini seseorang harus mampu menentukan prioritas kegiatan sejak awal berdasarkan minat dan kemampuannya, misalnya meningkatkan kompetensi yang berhubungan dengan pekerjaan, mengikuti kegiatan seni atau olahraga dan sebagainya.

Faktor terakhir yang harus diperhatikan adalah Keseimbangan Kepuasan. Faktor ini menjadi hal penting dalam menentukan tingkat stress seseorang.

Disini seseorang harus mampu menentukan target kepuasan yang akan dicapai, sehingga di suatu titik bisa mengukur pencapaian yang diraihnya. Target kepuasan yang disusun bukanlah target asal-asalan, namun direncanakan berdasarkan kemampuan dan dukungan dari sekelilingnya, baik rekan kerja maupun keluarga. Buatlah target dalam hidup sesuai kemampuan, jangan sesuai kemauan.

Selain faktor internal dalam menjaga keseimbangan hidup, menurut para pakar terdapat pula faktor eksternal yang tidak dapat diabaikan, seperti rekan kerja dan lingkungannya. Rekan yang memiliki pemikiran positif tentunya akan sangat mendukung terbentuknya suasana kerja kondusif. Lingkungan kerja juga akan menentukan tingkat efektifitas kerja seorang pegawai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun