Sehelai Daun Duka di Balik Rimbun Pepohonan
Inilah kampungku, tempat tumbuh padi hijau mengalun sampai jauh, pucuknya riuh dimainkan lembut angin senja, yang airnya gemericik meneteskan kasih putih, yang langitnya biru jernih terang terbuka.
Pohon mangga dan pohon nangka di samping rumah, masih menyediakan teduh dan semilir angin sejuk, sederetan perasaan masih berjejer rapi dan setia menunggu pada bangku kayu di sudut, dengan ramah mempersilakanku duduk dan melipat sebagian kenangan, tapi ada perasaan sepi setelah sebagian isi rumah tak menyambutku dengan ramah, ayah tak mampu lagi berdiri di pintu untuk menyambut dan merangkulku.
Ayah telah kehilangan daya untuk sekadar senyum dan membalas salam, matanya yang hitam samar jauh menimbun rimbun rindu dalam cahaya yang amat suram. Lautan cinta itu telah kehilangan airnya, baru kusadari kemudian, bahwa akulah kini mata airnya, pulangku mengembalikan semua kesuburan, hijau rimbun daun dan buah kepadanya.
Akulah yang kini harus jadi kesejukan dan keteduhan, tapi aku masih terus mengeluh.