Asep S Solikhin
Asep S Solikhin Guru

Guru Hoby menulis "khoirunnasi anfa'uhum linnas"

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

God Is Love

31 Maret 2023   22:50 Diperbarui: 31 Maret 2023   23:00 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu adab muslim yang harus dijunjung tinggi adalah senantiasa berhusnuzan (berbaik sangka) kepada Allah swt. Apapun bentuk takdir yang diberikan Allah swt untuk kita adalah yang terbaik menurut Allah swt. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua yang terjadi adalah atas kehendak-Nya. sudah tertulis di kitab lauhul mahfuz yang terjaga kerahasiannya.

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah".(al Hadid:22)

Baik ataupun buruk (menurut pandangan manusia) takdir yang kita terima, sudah menjadi ketentuan-Nya dan pasti ada hikmah baik dibelakangnya. Hanya saja kita belum menemukan hikmah baik apa itu. Sebagaimana firman Allah swt: "...tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia." (ali 'Imran: 191).

Jadi Allah swt menakdirkan sesuatu terjadi itu selalu ada tujuannya. Tidak ada yang asal tanpa alasan. Tugas kitalah untuk menemukan hikmah dibalik setaip penciptaan (kejadian) dengan cara mentadaburinya. Untuk itu berhusnuzan kepada Allah swt adalah penting dikedepankan dalam menghadapi segala sesuatu.

Umumnya, jika takdir yang terjadi adalah sesuatu yang baik (menguntungkan) dalam pandangan manusia, mungkin mudah untuk berhusnuzan. Tapi bagaimana jika takdir yang diterima adlah sesuatu yang tidak mengenakkan? Seperti misalnya penderitaan dan kemelaratan dalam hidup? Dalam hal ini Allah swt telah berfirman sebagai gambaran hikmah ditimpakannya suatu penderitaan kepada suatu kaum: "Dan Kami tidak mengutus seorang nabi kepada suatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu), melainkan Kami timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan agar mereka (tunduk dengan) merendah diri". (Q.S Al A'raf ayat 94)

Dalam tafsir jalalain dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesempitan pada ayat tersebut adalah kemiskinan yang sangat. Adapun penderitaan yang dimaksud adalah berupa penyakit. Sedangkan dalam tafsir Al Azhar penderitaan yang dimaksud dalam ayat tersebut dimaknai sebagai kesusahan dan kemelaratan.

Namun, apapun bentuk penderitaan yang ditimpakan kepada suatu kaum, pastilah ada tujuan baik yang dinginkan oleh Allah swt. Misalnya dalan surat al-A'raf ayat 94 diatas, maksud tujuan diturunkannya penderitaan adalah agar supaya mereka (yang mendapat penderitaan itu) mau tunduk dan patuh dengan merendahkan diri di hadapan Allah swt sebagai tanda keimanan mereka.

Prof. Hamka menjelaskan bahwa ayat tersebut menjadi peringatan khusus bagi umat yang telah percaya kepada Rasul Muhammad saw. Sebagaimana kita ketahui bahwa di masa-masa permulaan dakwah Rasulullah saw, para pengikut setia Muhammad saw mengalami berbagai macam penderitaan dalam memegang teguh keimanan mereka. Boleh dikatakan bahwa penderitaan umat Muslim masa itu tiada henti-hentinya selama tidak kurang dari tiga belas tahun, tiga tahun di Makkah dan sepuluh tahun di Madinah. Namun, dengan beraneka ragam penderitaan itulah umat ini menjadi kuat. Mereka menganggap penderitaan yang mereka alami itu adalah sat bentuk gemblengan dari Allah swt sehingga iman mereka bertambah kuat.

Di firman yang lain "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155)

Maka dari itu, sebagai umat yang mengaku beriman kepada Allah swt dan Rasulullah Muhammad saw, mari kita jadikan segala musibah penderitaan yang menimpa kita selama ini sebagai gemblengan keimanan agar kita semakin tunduk dan patuh kepada-Nya. Bukan malah sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun