ASRA TILLAH
ASRA TILLAH Dosen

Saya adalah Koordinator Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah SulSel. dan direktur lembaga riset Profetik Institute

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Puasa dalam Terang Konsep Aphrodisia

21 Maret 2024   17:35 Diperbarui: 21 Maret 2024   17:37 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puasa dalam Terang Konsep Aphrodisia
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS


Sederhananya puasa (shaum) berarti "menahan diri" (imsak) atau juga bisa diartikan sebagai "upaya mengendalikan hasrat". Hasrat ibarat pisau bermata dua, di satu sisi hasrat berpotensi mendekatkan kita dengan kebinasaan (thanos), namun di sisi lain jika hasrat mampu kita sublimasikan (transformasi kreatif) malah akan melahirkan puncak-puncak kebudayaan. Peradaban adalah hasrat yang mengambil jalan memutar kata Freud.

Ada satu terma menarik dalam tradisi Yunani klasik sekaitan dengan hasrat (keinginan makan-minum, obsesi menumpuk harta, kepuasan ego, hingga birahi seks), yakni Aphrodisia. Istilah ini menunjuk pada sebuah seni atau keterampilan dalam mengelola diri terutama tubuh, kemampuan dalam menyatakan subjektivitas dan merealisasikan diri. Michael Foucault berpendapat bahwa Aphrodisia bisa diartikan sebagai seni eksistensi (arts of existence) atau teknik diri (techniques of the self).

Foucault juga berpendapat bahwa segala diskursus moralitas pada era yunani klasik tidak bisa dilepaskan dari konsep Aphrodisia. Dengan kata lain, moralitas bukanlah semacam entitas metafisik yang mengawang-awang di mana manusia menengadah padanya setiap saat, dan menyesuaikan segala tindak tanduk keseharian padanya. Moralitas dalam terang konsep Aphrodisia, adalah kemampuan estetis dalam mengelola hasrat, lalu membuka jalan realisasi diri.

Aphrodisia nantinya berhubungan dengan 4 hal. Pertama adalah pengelolaan kesehatan (dietetics), tubuh merupakan instrumen sekaligus prasyarat bagi manusia untuk merealisasikan diri. Mengapa kita mesti mengendalikan hasrat? Salah satu alasannya agar tubuh berfungsi optimal alias sehat. Maksimalisasi kenikmatan tubuh justru bisa merusak tubuh.

Kedua, Aphrodisia juga berkaitan dengan pengelolaan rumah tangga (economics). Dalam tradisi Yunani Klasik, realisasi diri hanya mungkin dalam bingkai relasi sehat dengan yang lain. Relasi sehat pertama kali terbangun dalam rumah tangga. Mencari titik tengah antara kenikmatan badani dan kehangatan relasi (intimitas) mesti dibangun dalam relasi suami-istri. Menitikberatkan pada pencarian kenikmatan an-sich hanya berujung pada malapetaka rumah tangga.

Ketiga, Aphrodisia juga berkaitan dengan pengalaman erotik (erotics). Yang dimaksud dengan pengalaman erotik di sini adalah relasi yang bersemangat, berintegritas dan beretos tinggi. Hal ini berkaitan dengan kehidupan publik dan profesional. Politisi mesti membangun relasi hangat, berintegritas dan bersemangat dengan konstituennya. Begitu  pula relasi antara guru dengan murid, antara pimpinan perusahaan dengan karyawan, atau antara kepala negara dengan rakyat.

Dan yang keempat, Aphrodisia berujung membawa kita pada kebijaksanaan (wisdom). Baik kebijaksanaan teoritik (sophia),maupin kebijaksanaan praktis (phronesis).

Mungkin tidak ada salahnya jika kita memaknai puasa kita (shaum) dalam terang konsep Aphrodisia di atas. Sehingga puasa bisa diartikan sebagai seni eksistensi, seni mengelola buncah hasrat agar bisa tersublimasi menjadi puncak-puncak kebudayaan. Lalu sudah berapa ramadhan kita lalui? Sudah berapa hari puasa yg sudah kita tunaikan? Lalu apakah kita sebagai masyarakat telah menjadi masyarakat yg semakin beradab dan berbudaya?.

Sepertinya puasa kita belum berhasil jua membuat kita insyaf, agar tdk menjadi kaum pemburu nikmat belaka, atau pemburu rente belaka. Sepertinya fasilitas hidup (termasuk yang diperoleh dengan uang negara) masih jauh lebih penting bagi kita dibanding integritas. Apalagi menjadi bijak, ah sudahlah.....

Selamat menanti berbuka puasa ....

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun