Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.
Tradisi Pasan di Pesantren Selama Ramadhan
Jika anda ingin mengirim anak atau sanak keluarga anda untuk belajar di pesantren anda bisa mencoba mengirimkan mereka terlebih dahulu ke pesantren selama bulan Ramadhan untuk mengikuti pasan/pasanan. Jika selama sebulan mereka krasan/betah, kemungkinan besar mereka akan siap untuk belajar di pesantren. Kata pasan atau pasanan (bahasa Jawa) berasal dari kata "poso" (bahasa Jawa) yang berarti "berpuasa". Maka tradisi pasan secara sederhana bisa diartikan dengan tinggal dan menimba ilmu di pesantren selama bulan Ramadhan.
Meskipun tradisi pasan hanya berlaku selama bulan Ramadhan, dan biasanya tiap-tiap pondok pesantren mematok tenggat waktu yang berbeda-beda. Ada yang menjalankan tradisi pasan hingga setalah tanggal 20 Ramadhan ke atas dan baru khataman da nada punya hanya tidak sampai tanggal 20 sudah khataman. Tergantung persebaran wilayah santrinya. Untuk pondok-pondok pesantren yang besar dengan santri dari berbagai wilayah bahkan dari luar Jawa maka biasanya khataman dilaksanakan lebih awal sebagai antisipasi dari pesantren agar santri yang berasal dari jauh bisa tetap mudik dengan lancar.
Dengan mengikuti tradisi pasan selain kita bisa merasakan, memahami dan mempelajari kehidupan dan suasana di dunia pesantren, kita akan dapat ilmu banyak di sana, karena aktifitas belajar/ngaji di pesantren selama bulan Ramadhan biasanya jauh lebih padat dari pada hari-hari biasa di luar bulan Ramadhan. Selain itu kalau anda ingin mengaji, belajar Islam langsung dari kitab-kitab klasik berbahasa Arab serta mengkhatamkan kitab-kitab tebal seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Jalalayn, Ihya' Ulumiddin karya imam Al-Ghazali dan lain sebagainya datanglah ke pesantren untuk pasan.
Banyak pesantren-pesantren sebut saja misalnya pesantren Lirboyo di Kediri, Pesantren Al-Anwar di Sarang, pesantren Tegalrejo di Magelang, pesantren Ploso di Kediri, pesantren Roudlotut Tholibin di bawah asuhan kiai Mustofa Bisri di Rembang dan lain sebagainya yang akan membuka pengajian dan mengkhatamkan kitab-kitab tebal seperti itu salama bulan Ramadhan. Padahal jika diajarkan untuk pengajian rutin di luar bulan Ramadhan untuk kitab sekelas Shahih al-Bukhari, Ihya' Ulumiddin bisa lebih dari 3 atau 4 tahun bahkan bisa lebih baru bisa khatam atau selesai. Tidak sedikit pula pesantren yang mengeluarkan ijazah sanad kitab di bulan Ramadhan.
Ada pula pesantren yang mengeluarkan ijazah kubra untuk kitab-kitab antik seperti kitab mujarrabat serta pengobatan laiknya Syamsul Ma'arif serta Thibbun Nabawi seperti yang terjadi di pesantren Hidayatut Thullab, Petuk, Kediri, di bawah asuhan kiai Ahmad Yasin Asymuni.
Di di pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, yang diasuh oleh kiai Maimoen Zubair misalnya jadwal pengajian sangat padat. Bahkan mbah Moen yang usianya sudah lebih dari 90 tahun ketika memasuki bulan Ramadhan hampir seluruh waktunya digunakan untuk mengaji dan beribadah. Mbah Moen misalnya mengajar ngaji atau membacakan kita mulai dari pagi setelah jamaah subuh sampai sekitar jam 7. Nanti setelah istirahat sebentar dimulai lagi setelah shalat duha mengaji lagi hingga sekitar pukul 11 Wib.
Setelah itu beliau istirahat sebentar. Lalu setelah jamaah shalat dzuhur pengajiannya akan dibuka lagi hingga sekitar pukul 14.00 Wib. Kemudian setelah itu mbah Moen istirahat sebentar menunggu ashar. Kemudian setelah jamah slalat ashar, mbah Moen akan membuka pengajian lagi hingga menjelang magrib.
Menjelang magrib hingga isya' waktu jeda. Baru setelah jamaah shalat taraweh mbah Moen akan membuka lagi pengajiannya hingga sekitar pukul 23.00 atau bahkan 24.00 Wib. Mbah Moen biasanya akan segera mengkhatamkan kitab yang dibacanya setelah acara khaul ayah beliau, kiai Zubair Dahlan yang dilaksanakan pada 15 Ramadhan.
Tahun ini mbah Moen membacakan kitab Risalah al-Quasyairiyyah. Sementara pengajian Shahih Bukhari diasuh oleh putranya, kiai Najih Maemoen. Sedangkan Dr. Abdul Ghofur Maimoen di pesantren Al-Anwar 3 membuka pengajian kitab Al-Tibyan fi Hamalatil Qur'an karya imam Nawawi al-Bagdadi. Itu belum pengajian-pengajian yang dihandel oleh para kiai atau ustad, karena biasanya di setiap pesantren pengajian pasan tidak hanya diasuh oleh pengasuh utama dari pesantren terkait, tapi juga dihandel oleh beberapa kiai atau ustaz dengan spesialisasi kitabnya masing-masing. Maka selama pasan di pesantren kita bisa mengkhatamkan berbagai kitab yang bisa kita pilih untuk diikuti, semua tergantung dengan kemauan dan bagaimana seorang santri pandai-pandainya membagi waktu.
Di pesantren Roudlatut Thalibin Rembang, tahun ini Gus Mus membaca beberapa kitab di antaranya Kimya'us Sa'adah, Qasidah Burdah, Izhatun Nasyi'in, serta kitab hadis Arbain Nawawi. Pengajian Kimya'us Sa'adah ditayangkan secara live di youtube melalui GusMus Channel pukul 20.00 Wib.
Ketika masih kuliah dulu setiap memasuki bulan Ramadhan saya sering mengikuti pengajian-pengajian pasan. Kadang saya bahkan sengaja pulang ke Rembang dan untuk sementara tidak kuliah. Ketika itulah saya bisa mengkhatamkan berbagai kitab berbahasa Arab, mulai dari Ulumul Qur'an, tafsir Jalalayn, Riyadhus Shalihin, Bulughul Maram, hingga Ihya' Ulumiddin dan lain sebagainya. Bagi saya pribadi mengaji pasan selama bulan Ramadhan sama dengan belajar di pesantren selama setidaknya satu tahun.