Bai Ruindra
Bai Ruindra Guru

Teacher Blogger and Gadget Reviewer | Penulis Fiksi dan Penggemar Drama Korea | Pemenang Writingthon Asian Games 2018 oleh Kominfo dan Bitread | http://www.bairuindra.com/ | Kerjasama: bairuindra@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Ramadan 2020 dan Harapan Penderita Sakit Lambung yang Tak Usai

27 April 2020   17:56 Diperbarui: 27 April 2020   17:59 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramadan 2020 dan Harapan Penderita Sakit Lambung yang Tak Usai
Sumber: timeanddate.com

Tak ada lagi harapan untuk puasa sampai ke idulfitri. Obat-obatan begitu banyak di dalam kamar, tetapi tidak satupun yang membawa hasil. Wajah kian pucat. Bibir pecah-pecah. Puasa tidak ada tetapi mirip orang sedang berpuasa.

Anjuran dari tetangga untuk pergi ke seorang tabib tetangga kampung. Saya ke sana untuk berobat tradisional. Ikhtiar namanya. Usaha tak ada salah. Pertama ketemu tabib wanita itu, beberapa hari sebelum lebaran,”Lambung kamu sudah parah sekali, Nak!” ujarnya.

“Tenangkan pikiran, baca doa-doa yang panjang, dan makanlah pisang awak ini,” selama berobat, saya rutin makan pisang awak. Pagi dimakan dengan cara dihaluskan kemudian dicampur dengan nasi, malam sebelum tidur juga demikian. Di siang hari, sekitar pukul 10 dan pukul 2 siang, saya juga makan pisang awak sebagai cemilan.


Lebaran tiba. Sakit saya belum sembuh total. Saya sama seperti orang lain, bebas bergerak ke mana-mana tetapi tidak untuk makan sesuatu. Salah makan seperti asam dan pedas, perut langsung sakit. Lebaran yang sangat tidak bersahabat dengan saya, di mana silaturahmi ke mana-mana selalu tahan untuk makan apapun.

Kehidupan saya berjalan normal kemudian. Tetapi tidak dengan Ramadan di tahun 2016. Saya kira, telah tertinggal sakit lambung setelah berobat lama. Hari-hari pertama puasa, saya masih sanggup. Saya tidak mengonsumsi obat-obat pereda nyeri di perut, maupun makan pisang awak. Saya telah aman untuk puasa sebelum penuh.

Tidak demikian setelah 10 hari pertama. Mual mulai terasa, tetapi saya abaikan. Mau muntah, juga saya abaikan. Lemas badan habis berbuka saya anggap tak ada. Tepatnya, usai berbuka di 15 Ramadan, saya muntah sejadi-jadinya. Semua yang dimakan keluar habis, angin di perut meluncur deras, seisi perut kosonglah sudah. Air mata menari-nari entah karena apa.

Yang pasti, dalam sadar dan tidak, saya dipapah Ayah ke kamar. Entah waktu itu saya dikasih obat atau tidak, saya telah tertidur dengan sendirinya. Dan, setengah Ramadan tahun 2016 tidak saya tunaikan.

Ingat itu tentu sedih. Lebaran saya tidak sama dengan orang lain. Sepanjang tahun 2016 sampai ke Ramadan di tahun 2017, saya berobat ‘segila-gila’nya orang sakit. Makan pisang awak sudah tidak terkontrol. Ke dokter juga demikian. Sampai badan saya naik beberapa kilogram. Efek dari semua itu, puasa tahun 2017 - kemudian 2018 dan 2019 - begitu aman untuk saya lakoni.

Sungguh berbeda dengan Ramadan tahun 2020. Baru 4 hari puasa, saya mulai mencium bau-bau tak sedap dari tahun 2015 dan 2016. Mual mulai terasa begitu berbuka dan sahur. Badan mulai lemas sepanjang hari.

Antisipasi yang penting, saya minum obat pereda nyeri dan kemudian makan pisang awak. Yakin pada apa yang telah saya lakukan beberapa tahun lalu, Tuhan akan mengamini di tahun ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun