Salah Kaprah Donasi Takjil, Sisi Gelap Tradisi Ramadan
Disadari atau tidak, praktik berbagi takjil saat ini sedikit melenceng dari konsep awalnya. Konsep berbagi takjil yang sejatinya identik dengan kerelaan berbagi rezeki kini berubah menjadi sebuah intimidasi dimana setiap orang wajib berpartisipasi.
Ya, praktek-praktek yang terjadi di sebagian masyarakat saat ini sudah mengarah kepada pemaksaan. Tak ada toleransi bagi orang-orang yang kurang mampu. Mereka tetap dikenai kewajiban dengan beban yang sama seperti halnya yang diterima orang-orang yang mampu dan siap dikucilkan bila tidak melaksanakannya.
3. Standar tinggi untuk sebuah hidangan takjil
Praktek berbagi takjil saat ini tak hanya berupa kudapan manis seperti kurma, kolak dan makanan lainnya sebagai pembatal puasa, tapi sudah berupa paket lengkap berupa kudapan plus makanan berat berupa nasi dan lauk pauknya berupa ayam atau daging.
Ya, praktek berbagi takjil saat ini sudah berubah jauh. Seolah ada kesepakatan tak tertulis bahwa makanan yang dibagikan tidak hanya makanan-makanan sederhana, tapi harus berupa makanan dengan paket komplit yang tentu saja berbiaya mahal.
Bagaimana kalau kemudian ada yang berbagi dengan menu-menu sederhana saja seperti tahu, tempe ? Ya, siap-siap saja untuk tidak mendapatkan apresiasi.
Fenomena seperti ini lagi-lagi menimbulkan dilema bagi orang yang perekonomiannya sedang tidak bagus. Sayang, mereka tak ada pilihan dan terpaksa harus berkorban banyak-banyak agar tak tampak berbeda di mata orang banyak.
Menyikapi berbagai kekeliruan seperti yang disebutkan diatas perlu kiranya adanya peninjauan kembali dari makna berbagi takjil ini. Yakni berbagi takjil seharusnya dibuat simpel sebagai konsep berbagi rezeki yang mengedepankan prinsip kesederhanaan dan kerelaan hati. Bukan sebagai sebuah keharusan yang memberatkan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi sebagian orang.
(EL)
Yogyakarta, 20032024