Fenomena Awal Ramadhan di Indonesia
Bulan Ramadhan merupakan bulan suci bagi umat Islam, di mana umat islam melaksanakan ibadah puasa. Pengertian puasa itu sendiri menurut bahasa adalah menahan, sedangkan menurut istilah adalah meninggalkan makan, minum dan segala hal yang membatalkannya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Selain ibadah puasa, Ramadhan juga merupakan bulan yang dipenuhi dengan keberkahan. Dalam hadist riwayat ahmad dikatakan:
.
"Telah datang Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan,"
Selain itu, umat Muslim juga senantiasa berusaha meningkatkan hubungan baik dengan Allah SWT dan sesama manusia, serta mengendalikan hawa nafsu dan perilaku yang negatif.
Setiap menjelang bulan Ramadhan, kita senantiasa disuguhi fenomena perbedaan pendapat terkait penetapan awal puasa. Ironisnya, perbedaan ini tidak jarang menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat berupa saling ejek dan saling klaim bahwa kelompoknya benar, sedangkan kelompok lain salah. Bulan yang seharusnya dijadikan sebagai momen peningkatan ibadah dan amal soleh justru dinodai oleh saling cemooh antarkelompok masyarakat.
Penentuan awal Ramadhan dari tahun ke tahun yang dilakukan oleh organisasi keagamaan besar di Indonesia memiliki dua sisi yang penting. Di satu sisi, hal ini penting untuk menjaga konsistensi dan kesatuan umat Islam dalam memulai ibadah puasa. Namun, di sisi lain, hal ini juga merupakan masalah yang sensitif karena perbedaan pendapat dan interpretasi dalam menentukan awal bulan Ramadhan dapat memunculkan perpecahan di antara umat Islam.
Perbedaan pendapat antara organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Ramadan menjadi sangat jelas karena keduanya memiliki pandangan dan metode yang berbeda dalam menafsirkan masalah tersebut. Hal ini seringkali menciptakan perpecahan di antara umat Islam, karena masing-masing organisasi memiliki pengikutnya sendiri yang mematuhi penentuan waktu yang mereka yakini benar. Cara menyikapi perbedaan tersebut kita sebagai umat islam senantiasa menghargai perbedaan pendapat sepanjang masih seaqidah, karena perbedaan dalam konteks ibadah ini sama halnya seperti menyebrangi lautan dengan kapal yang berbeda.
Kementerian Agama sebagai lembaga yang punya otoritas dalam penetapan awal puasa, telah berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut dengan menggelar sidang itsbat yang dihadiri oleh para ulama, ilmuwan, pakar hisab-rukyat, dan perwakilan dari berbagai organisasi massa yang ada di Indonesia. Hanya saja, terkadang ada kelompok yang tidak mengikuti hasil sidang itsbat dimaksud dengan alasan mereka telah memiliki metode penetapan sendiri. Karenanya menjadi sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui metode-metode yang digunakan oleh para ulama dalam menetapkan awal bulan Ramadhan.