Tiga Ramadan Tidak Bertemu Ibu
***
Saat dibawa ke langgar (Surau) untuk di sholatkan, saya ikut memikul keranda jenazah ibu. Dan menurunkan beliau ke liang lahatnya sebagai tempat peristirahatan terakhir.
Saya juga terkaget-kaget, ketika wajah ibu dibuka kain kafannya, untuk dihadapkan kekiblat, mencium tanah wajah beliau tetap tersenyum dan ada butir keringat didahinya.
Badannya pun tidak kaku layaknya orang yang sudah meninggal. kakinya tetap lentur, dibalik kain kafannya juga terasa hangat tubuh beliau layaknya orang yang tidak meninggal.
Saya sampai bingung sendiri, apakah Ibu sudah meninggal?. Bahkan pemandi jenazahpun bercerita, baru kali ini memandikan jezazah orang yang meninggal badannya tetap hangat, layaknya orang masih hidup. Dan tidak ada kotoran sedikitpun yang keluar dari tubuhnya.
Saya hanya mengambil hikmah, apakah ini cara Allah memperlihatkan kemuliaan ibu disisi-Nya. Diakhir hayatnya pun, saya bisa menuntun ibu mengucapkan kalimat tauhid. Sedangkan setengah jam beliau sebelum meninggal beliau sudah tidak sadar.
Layaknya anak bayi yang baru lahir, tersenyum sendiri. Sedangkan mata beliau tertutup. Badan beliaupun tidak bisa digerakkan lagi. saya tau beliau sudah berada di sakaratul maut. Detik-detik menjelang kematian.
***
Saat beliau pergi selamanya setelah sakaratul maut, tak ada setetes air matapun keluar dari mataku. Justru rasa bahagia luar biasa dihati. Rasa gembira melihat dan menyaksikan kematian beliau.
Bibir yang tersenyum dengan mata terpejam rapat. Keringat yang keluar dikeningnya. Tanda-tanda beliau berpulang dengan diliputi kebaikan. Saat saya bimbing mengucapkan kalimat tauhid, diucapkan ketiga beliau bisa mengikutinya, dengan terbata-bata dengan kalimat terdengar jelas.
Padahal beliau divonis stroke pita suara oleh dokter. Sebuah keajaiban yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, dan ilmu pengetahuan. Yang saya ingat adalah Sabda Nabi, barang siapa yang bisa mengucapkan kalimat tauhid diakhir hayatnya beliau sendiri yang menjamin orang tersebut akan masuk surga.