Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.
Daripada Berlaku Mubazir Lebih Baik Berbagi
Perut terasa sesak, seolah hendak meledak. Tidak sanggup lagi meneruskan acara makan. Makanan tersisa masih melimpah.
Di meja tergeletak es timun suri, es kelapa, gorengan, nasi dan lauk pauk menunggu untuk disantap. Tapi siapa yang mau ketika banyak orang sudah kenyang? Untuk sahur pun masih berlebih.
Alhasil banyak makanan tersisa menjadi mubazir. Membeli banyak hanya untuk disisakan tidak termakan. Rasanya tidak pantas
Daripada membeli hal yang sekiranya akan mubazir, alangkah lebih elok bila sebelumnya menginventarisi siapa saja yang berhak memperoleh makanan pembuka puasa.
Mungkin tetangga yang kurang beruntung secara finansial. Bisa juga para homeless di emperan toko. Pemulung yang masih mengais rezeki. Siapa saja yang memerlukan makanan. Situasi dan kondisinya bisa berbeda untuk setiap person dan tempat.
Beli makanan takjil dari penjual, yang berharap makanan minuman dipajang habis terjual, dan kemudian berbagi kepada sesama. Dengan itu tidak ada lagi makanan mubazir, sebagaimana contoh di awal.
Jangan lupa, sisihkan makanan buka puasa untuk diri dan keluarga atau kolega. Makan secukupnya. Bukan lalu makan sekenyang-kenyangnya demi pembalasan dendam.
Bukankah salah satu amalan menunaikan ibadah puasa adalah menahan nafsu? Nafsu membeli makanan secara berlebihan tanpa manfaat optimal.