Lebaran Boleh Pergi, "Stay Connected" Tetap Harga Mati
Lebaran akan berakhir. Namun silaturahmi akan tinggal tetap. Hari raya itu akan berlalu pergi. Sementara tali persaudaraan dan keterhubungan dengan sesama, abadi.
Mengapa demikian? Kita menghadapi satu kenyataan yang sama: pandemi Covid-19. Belum diketahui pasti kapan musuh bersama itu akan berhasil ditaklukkan. Selama virus berbahaya itu masih bergentayangan, penerapan protokol kesehatan tetap tak bisa ditawar-tawar.
Jarak sosial tetap penting dijaga. Mobilitas fisik masih harus dihindari. Kontak fisik berupa jabat tangan, ciuman pipi, hingga pelukan tetap dibatasi. Tujuannya satu: memperlambat laju penyebaran.
Transmisi Covid-19 akan bergerak berbarengan dengan pergerakan dan interaksi manusia. Bila semakin minim intensitas relasi fisik dan semakin jauh jarak kontak langsung antarmanusia maka semakin sempit celah Covid-19 untuk menyebar.
Namun demikian, ihwal menjaga jarak bagi banyak orang bukan perkara mudah. Tidak gampang membatasi pergaulan antarindividu yang selalu terjadi secara langsung. Malah adalah sebuah kebutuhan afeksi untuk saling terhubung secara dekat. Bila tidak, akan timbul rasa kesepian dan keterasingan.
Dampak isolasi
Berdiam diri di rumah dalam jangka waktu lama, justru bisa memantik kekacauan psikologis. Jarak fisik yang dengan terpaksa dibangun bisa menimbulkan jarak sosial. Terbatasnya kontak sosial bisa merusak kesehatan mental seseorang.
Menurut sebuah studi dari American Psychological Association, seperti dilansir hackensackmeridianhealth.org, kurangnya hubungan sosial akan berisiko pada kesehatan seseorang. Merokok 15 batang sehari bisa menjadi salah satu pilihan pelarian.
Alasannya, terhubung dengan orang lain secara sosial adalah kebutuhan penting manusia. Menurut profesor psikologi dan peneliti Universitas Brigham Young Dr. Julianne Holt-Lunstad, sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan relasi dengan orang lain untuk menunjang kelangsungan hidup. Relasi sosial itu bisa membantu untuk melawan penyakit, berkembang, hingga bertahan hidup.
Orang yang mengambil bagian dalam aktivitas yang bermakna, produktif, dan sosial, umumnya hidup lebih lama, memiliki tujuan dan menjaga suasana hati yang lebih baik.