Belajar dari "Melamang"
Tuhan sudah menciptakan manusia tuk hidup penuh dengan bara api ketika Tuhan menciptakan nafsu untuk dikontrol, akal untuk berpikir, dan hati tuk merasa, serta Iblis dan keturunannya untuk menggoda. Disitulah peran kerjasama cerdik pandai, ahli agama, dan penghulu (ninik mamak) untuk menjaga bara api kehidupan itu. Peran dari penghulu untuk melihat situasi dan kondisi masyarakatnya dan ahli agama untuk menjaga "bara api", serta cerdik pandai untuk melihat kemasakan dari apa yang sedang dimasak dan lingkungan sekitarnya.
Seperti juga ketika "melamang" telah selesai dengan menghasilkan lamang yang matang dengan baik serta dibagi-bagikan kepada semua yang ikut membuat atau tidak ikut membuat. Buah dari kerjasama yang kemudian bermanfaat bagi semua. Kehidupan ini tidak lepas dari kesejahteraan. Manusia hidup harus memenuhi sandang, pangan, dan papan. Itulah sumber riak kehidupan sejalan dengan Tuhan menciptakan akal dan nafsu serta hati. Kesemuanya menjadikan kehidupan kita penuh variasi dan bermakna. Itupun, Tuhan masih tetap membukakan pintu tobatnya, karena Tuhan pun tahu jika manusia kerap berlaku salah dan khilaf.
Bersyukurlah ketika Tuhan telah mencukupi sandang, pangan, dan papannya, itulah disaat mereka mulai berpikir membantu orang lain. Dan perlu diingat, untuk mencapai kehidupan yang baik itu perlu persiapan diri yang baik dan bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Kemudian hal yang paling penting lainnya, adalah saling berbagi kepada semua, sebisanya dan semampunya.
Demikian, hal yang bisa saya gali untuk nilai-nilai kehidupan dalam "malamang" ini. Kiranya adat dan tradisi minangkabau yang sangat baik ini bisa terus dipertahankan, dicerna, dan digali oleh generasi penerusnya. Utamanya mengembalikan peran dari "Tigo Tungku Sajarangan", ketika kepemimpinan tetap memperhatikan adat istiadat, ahli agama, dan ilmuwan untuk kemaslahatan bersama.