Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com
Lebaran dengan Dodol Betawi
SETIAP menjelang hari raya Idul Fitri, hampir dipastikan akan selalu ada kue khusus di setiap daerah di Indonesia yang selalu muncul tapi hanya pada saat lebaran.
Salah satunya adalah dodol khas Betawi. Sudah menjadi tradisi setiap tahun dodol Betawi hadir melengkapi kuliner lebaran.
Tapi meski begitu, di beberapa wilayah "berbasis" etnis Betawi di Jabodetabek, pembuatan dodol sudah terasa menggeliat dimulai di awal puasa Ramadhan.
Ciri khas dodol di mana saja, ya lengket. Itu sebabnya kue khas ini oleh masyarakat, sering juga disebut dengan "Dodol Betawi yang terus lengket di hari Lebaran".
Menjelang lebaran Idul Fitri 1443 H tahun ini, Dodol Betawi kembali hadir di antara kue penganan hari raya Islam. Yang tradisional maupun sudah lebih modern.
Ada Dodol Betawi yang masih buatan rumahan (home industri) tanpa cap dan merek, tapi ada juga yang sudah produk UMKM bermerk dan dipasarkan secara luas.
Dodol khas Betawi seperti buatan Ibu April, adalah termasuk dodol tradisional bikinan sendiri. Tak bermerek, hanya ada tulisan sesuai jenis atau varian dodol dan menempel di pembungkusnya.
Ibu Rhoniya Aprilliani, nama lengkap Ibu April yang berlatar belakang budaya Sunda -- sehari-sehari sebagai guru TK ini -- membuat dodol karena didukung oleh keluarga suaminya yang kebetulan dari etnis Betawi Bekasi.
Diolah di rumah sendiri di kawasan perumahan Mutiara Gading Timur (MGT) di Mustikajaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat dan diproses secara keroyokan.
Di antaranya, bahan dodol tersebut kemudian diaduk rame-rame di atas wadah berbentuk penampan besar berbentuk kuali. Diaduk selama 6-8 jam. Tradisional sekali.