Ramadan, Belajar Berhenti Merokok
Setiap bulan Ramadahan tiba, ada yang selalu menarik perhatian saya. Adalah mayoritas penduduk Indonesia yang muslim, membuat kebanyakan prokok di Indonesia juga beragama sama. Artinya, seharusnya dengan adanya bulan Ramadhan penjualan rokok menjadi turun dari bulan -- bulan biasanya.
Kenyataannya, saat saya mengunjungi beberapa warung dan grosir di kota Medan pada khususnya. Penjualan rokok mengalami jalan ditempat, beberapa warung justru mengungkapkan adanya peningkatan. Tren penurunan konsumsi rokok imbas bulan Ramadahan tampaknya dengan mudah dapat dipatahkan.
Apa sebab?
Sebagai seorang perkok aktif, meski kini dengan penurunan intensitas jumlah batang perhari, saya dapat mengungkapkan beberapa keunikan perkok Indonesia. Salah satunya adalah, prokok biasanya lebih betah menahan lapar dan haus daripada menahan rokok. Adiksi rokok memang luar biasa, sulit untuk dibendung bila memang tidak ada niatan sama sekali.
Kemudian, saat bedug maghrib tiba, coba perhatikan di beberapa masjid yang memiliki ruang terbuka dan mengadakan acara buka bersama. Kebanyakan pria, setelah membatalkan puasa dengan air putih atau teh manis, kemudian menjumput satu atau dua makanan ringan, hal pertama dilakukan adalah membakar rokok. Ironisnya, tidak jarang sambil menunggu iqamah, pria -- pria ini menghabiskan sampai dua batang rokok dalam waktu kurang dari lima belas menit.
Padahal, umumnya untuk jenis rokok putih paling cepat untuk menghabiskannya adalah sekira tujuh sampai sembilan menit. Untuk rokok kretek, waktu yang dibutuhkan sedikit lebih lama. Perhitungan ini tidak berlaku untuk beberapa merk tertentu yang memang didesain cepat habisnya.
Selanjutnya, setelah selesai sholat Maghrib, sebagian pria perokok memilih untuk menyantap nasi terlebih dahulu. Sebagian lain, kembali membakar rokok untuk menanti waktu isya. Pun setelah makan nasi, jarang sekali perokok tidak langsung membakar rokoknya. Artinya, dalam waktu kurang lebih satu setengah jam, konsumsi rokok perorangan bisa meningkat dua bahkan tiga kali lipat dari biasanya.
Mengobrol antar jamaah setelah selesai sholat tarawih adalah budaya yang tidak dapat dihindari. Pada kesempatan ini, konsumsi rokok akan meningkat drastis. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sambil mengobrol, seseorang tidak sadar bahwa dirinya sudah menghabiskan dua atau tiga batang rokok dalam waktu sejam. Terlebih bila ditemani kopi. Semakin panjang pembicaraan, semakin penuh pula asbak dengan puntung -- puntung rokok yang mematikan.
Belajar Berhenti Merokok
Pada tahun 2014, saya bisa menghabiskan dua bungkus rokok isi enam belas batang dalam sehari. Jumlah ini terkadang bertambah menjadi dua setengah bungkus, tapi jarang sekali bisa berkurang. Perilaku ini bertahan sampai pertengahan 2019. Pada tahun 2019, adalah secara resmi saya mulai mengikuti puasa Ramadhan. Artinya, saya juga seharusnya berkurang mengkonsumsi rokok saat itu.
Perlahan, sampai saat ini saya bisa bertahan dengan merokok "hanya" menghabiskan enam sampai delapan batang sehari. Caranya sederhana saja, kalau menurut saya.