Dandung Nurhono
Dandung Nurhono Petani

Menulis prosa dan artikel lainnya. Terakhir menyusun buku Nyukcruk Galur BATAN Bandung.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Idul Fitri dan Mudik

20 April 2023   10:00 Diperbarui: 20 April 2023   10:07 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Idul Fitri dan Mudik
Gerbang Tol Bakauheni Selatan | Foto: Dandung N. (Dok. pribadi)

Pada hakikatnya dengan memaafkan kesalahan orang lain berarti dia telah menebar kasih-sayang, dan imbalannya adalah ampunan Allah SWT. Selanjutnya, manusia dapat hidup dengan harmonis serta menjadi orang yang selalu bersyukur, sebagaimana janji Allah, "... Kami memaafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur." (QS. Al Baqarah: 52).

Timbul pertanyaan: "Bagaimanakah cara memaafkan kesalahan orang itu ?" Allah berfirman, "... maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik." (QS. Al Hijr: 85).

Barangkali dengan merujuk pada ayat di atas yang menyuruh agar "maaf-memaafkan" dilakukan dengan cara yang baik, maka kita menjadi ingat dengan kegiatan halal bi halal.  Perlu diketahui bahwa kalimat ini pun tidak pernah tercantum dalam Al Qur'an. Tapi jika yang dimaksud dengan halal bi halal itu untuk saling meng-islah-kan atau mencari kedamaian dari suatu pertentangan yang pernah terjadi dan bertujuan demi memperoleh kelapangan dada, maka Al Qur'an menunjukkan satu istilah yang mempunyai makna seperti itu, ialah al- shafh, atau ash-shafhu.

Pada mulanya ash-shafhu, artinya "lapang" dalam arti yang sebenarnya. Seperti halaman, taman, atau ruangan. Tapi bisa juga diartikan sebagai "kelapangan dada". Biasanya kata ash-shafhu mengiringi kata al 'afwu. Seperti dalam "Hendaklah mereka memberi maaf dan melapangkan dada...." (QS. An Nuur: 22). Lalu, "Maafkanlah mereka dan lapangkanlah dada. Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat kebajikan (terhadap yang melakukan kesalahan kepadanya)." (QS.Al Maidah: 13).

Untuk bisa memaafkan kesalahan orang itu, tidak bisa hanya sekadar ucapan "aku maafkanmu" saja, tapi juga dituntut untuk sanggup menahan dan meredam gejolak amarah dan dendam.

Dengan begitu diperlukan suatu kondisi yang disebut "kelapangan dada". Jika mereka saling merasa "berlapang dada", maka secara simbolis mereka akan saling "berjabatan tangan", yang merupakan arti dari kata mushafahat. Lalu bagaimana agar manusia bisa merealisasikan niat memaafkan kesalahan orang lain serta berlapang dada ?

Upaya yang bisa dilakukan untuk mencapai target tersebut ialah dengan cara "silaturahmi".

Silaturahmi diperkirakan berasal dari kalimat shilat ar-rahim yang terdiri dari kata shilat dan ar-rahim.  Shilat diambil dari akar kata washola yang artinya "menyambung".  Sedangkan ar-rahim diambil dari salah satu nama Allah yang 99, artinya "sayang".

Dari arti kebahasaan tersebut, "silaturahmi" bukan berarti "mempererat hubungan yang telah terjalin/terbentuk" tapi justru "menyambung hubungan yang putus atau belum pernah tersambung". 

Dalam Al Qur'an tidak ditemukan istilah silaturahmi tapi jika yang dimaksud itu silaturrahim, cukup banyak. Di antaranya firman Allah, "... dan (peliharalah) hubungan silaturrahim...." (wal arhaama) (QS. An Nisaa': 1).

Atau "... dan memutuskan hubungan kekeluargaan.... (wa tuqoth-thi'uu arhaa-makum)." (QS. Muhammad: 22).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun