Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN

Pengalaman Saling Bermaaf-maafan yang Mengharu Biru Saat Sungkem dengan Orang Tua

22 Mei 2020   05:00 Diperbarui: 22 Mei 2020   05:04 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman Saling Bermaaf-maafan yang Mengharu Biru Saat Sungkem dengan Orang Tua
pixabay

Lebaran yang tinggal hitungan jari memberi nuansa berbeda dalam hidup saya. Pertama nuansa bahagia. Tentu saja. Siapa pun pasti merasakan hal ini. Sebab berhasil menyelesaikan ibadah puasa selama satu bulan penuh tanpa halangan berarti.

Kedua nuansa haru. Sebab akan segera berpisah dengan bulan Ramadan yang merupakan bulan mulia. Bulan yang penuh rahmat dan ampunan. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Sedih. Jika membayangkan masa depan yang masih misterius. Akankah tahun depan masih bisa menjumpai bulan suci Ramadan lagi?

Puncak keharuan manakala sungkem kepada kedua orang tua di hari lebaran. Rasanya semua dosa ini menumpuk dipunggung begitu mencium tangan orang tua dan mengucapkan kata-kata maaf.

Ya, Allah. Membayangkan semua ini rasanya jadi mbrebes mili alias menitikkan air mata. Sebelum sungkem pun air mata ini sudah menitik. Suara terasa parau.

Kerutan di wajah ibu bapak. Jari jemarinya yang keriput semakin membuat diri ini tenggelam dalam kesedihan. Dengan tangan itu keduanya bekerja keras membesarkan diri ini. 

Sebesar apa pun pengorbanan yang telah kita berikan, tetap tak sebanding dengan apa-apa yang sudah dilakukan oleh kedua orang tua kita.

Sebanyak apa pun pemberian kita kepada orang tua. Tetap tidak ada harganya dibandingkan dengan apa-apa yang telah ibu bapak berikan pada kita. 

Dari semua momen lebaran, sungkem dan meminta maaf pada ibu bapak menjadi momen yang paling mengharukan dan tak terlupakan. 

Meski setiap saat bisa meminta maaf kepada ibu bapak. Namun dalam suasana lebaran semua jadi terasa berbeda. 

Entah perasaan saya yang sentimentil atau terlalu dangkal bendungan air mata ini. Hingga selalu dan selalu begitu setiap kali saling bermaaf-maafan di hari raya. (EP) 

Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun