Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Lainnya

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Mengapa Pada Hari Raya Idul Fitri Penting untuk Saling Memaafkan?

21 April 2023   18:37 Diperbarui: 21 April 2023   18:57 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengapa Pada Hari Raya Idul Fitri Penting untuk Saling Memaafkan?
Photo by Abdullah Mukadam on Unsplash 

Sejenak melihat ke belakang, ketika Ramadan telah usai, tiba saatnya umat Islam merayakan Idul Fitri. Seluruh umat Islam di dunia merayakannya dengan penuh kebahagiaan. 

Salah satu tradisi yang paling umum dan sering dilakukan adalah saling memaafkan. Namun, pernahkah bertanya-tanya kenapa di hari raya Idul Fitri penting untuk saling memaafkan? Kali ini, mari kita bahas lebih dalam.

Makna Idul Fitri: Kemenangan Setelah Berjuang Melawan Hawa Nafsu

Idul Fitri merupakan momen yang sangat dinantikan oleh umat Islam setiap tahunnya. Namun, perlu diketahui bahwa Idul Fitri bukan sekadar hari libur atau perayaan. Ada makna mendalam yang melekat pada hari raya yang satu ini. Idul Fitri adalah hari kemenangan setelah sebulan penuh berjuang melawan hawa nafsu di bulan Ramadhan.

Dalam perjalanan hidup, manusia pasti pernah melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak. Oleh karena itu, di momen Idul Fitri ini, saling memaafkan menjadi bagian penting untuk meraih kemenangan yang sesungguhnya. Sebagai umat beriman, sudah seharusnya bersikap tawadhu' (rendah hati) dan menyadari bahwa diri ini tidak sempurna.

Memaafkan Sebagai Wujud Syukur

Hari Raya Idul Fitri merupakan puncak kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Memaafkan merupakan salah satu wujud syukur atas kemenangan tersebut.

Saling memaafkan adalah cara untuk membersihkan hati dari rasa iri, dengki, dan kebencian. Dengan hati yang bersih, seseorang akan lebih mudah meraih kedekatan dengan Allah SWT. Hal ini sejalan dengan hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan keji dan berbuat buruk, maka Allah tidak butuh orang itu dalam meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari)

Imam Bukhari saat menyebutkan hadits ini dengan memberi judul "Bab Tentang Orang yang Tidak Meninggalkan Perkataan dan Amal Keji dalam Shaumnya". Dengan ungkapan lain, individu yang gagal menjauhi ucapan serta tindakan buruk, maka ibadah puasanya tidak diakui oleh Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun