Bakmi Godhog Jawa, Menu Rindu Perantau Ketika Berbuka
Ketika menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan jauh dari kampung halaman, membuat perantau terkadang harus mencari rumah makan yang menyediakan khas daerah yang dicari. Kalaupun ada, tidak semua rumah makan menyediakan menu yang sesuai dengan lidah, dan harga pun lumayan menguras isi dompet, terlebih di sepertiga akhir bulan.
Maka, saya pun memutuskan untuk membuat menu khas daerah saya dari rumah, dengan bahan yang cukup sederhana. Selain karena waktu yang cukup mepet untuk berbelanja, ada bahan menu yang menjadi pantangan makan.
Terlintaslah di benak, menu kilat super cepat, gurih, sederhana, murah dan cukup mengenyangkan. Ialah Bakmi Godhog Jawa. Bakmi yang artinya mi, godhog artinya rebus. Jadi, Bakmi Godhog Jawa adalah mi rebus dari Jawa.
Bakmi Godhog Jawa, adalah salah satu menu andalan ketika singgah selepas pulang larut kerja bersama teman-teman kantor. Apalagi, ditambah suasana hujan, kesegaran kuah dan gurih yang membekas di lidah membuat saya ingin segera membuat masakan ini.
Bahan-bahan yang digunakan pun cukup sederhana. Mulai dari mi telur, sayuran seperti sawi, wortel, daun bawang dan tomat, garam, kemiri, merica, garam dan gula. Sebenarnya saya suka dengan tauge dan kol, tetapi karena waktu yang mendekati bedug maghrib, akhirnya saya skip beberapa bahan tersebut. Bisa ditambahkan pula bakso, sosis ataupun ayam suwir.
Pertama-tama, racik bumbu terlebih dahulu. Iris bawang merah dan bawang putih tipis-tipis. Kemudian, tumbuh kemiri hingga hampir halus. Masukkan irisan bawang merah dan putih serta tumbukan kemiri kedalam air yang telah direbus dengan mendidih. Masukkan mi telur dan berbagai macam sayuran (untuk daun bawang dan tomat, saya pisahkan karena untuk sajian ketika matang). Tidak lupa, masukkan bumbu secukupnya, aduh hingga matang. Kurang lebih seperti inilah penampakannya.
Meskipun tidak seenak dengan bakmi-bakmi legendaris yang ada di Yogyakarta, tetapi paling tidak bagi perantau seperti saya sudah cukup mengobati rindu dengan menu sederhana ala rumahan seperti ini. Semoga, di Ramadan mendatang, diberikan kesempatan untuk menengok kampung halaman yang menurut Katon Bagaskara selalu ingin pulang lagi, yaitu Yogyakarta.
Salam hangat Kompasiana,