Suka baca, dengar musik rock/klasik, dan nonton film unik. Juga nulis di blog: https://dewipuspasari.net; www.keblingerbuku.com; dan www.pustakakulinerku.com
Cerpen | Kemana Kau Pergi, Fitri
Bulan Ramadan ini cuaca penuh terik. Belum genap pukul delapan pagi, tapi keringatku mengucur dari balik bajuku, seperti gerimis. Langit begitu kelihatan terang, seperti hampir mendekati tengah hari. Ketika tiba di kantor dan menikmati AC yang dingin, aku terpikir oleh adikku, Fitri.
Fitri sudah setahun ini tinggal bersamaku. Ayahku sudah meninggal dan Ibu menikah lagi dan aku masih menyimpan rasa marah sehingga enggan tinggal bersama keluarga barunya.Aku menyewa rumah petak yang mungil ini dan Fitri memilih bersamaku daripada Ibu dan keluarga barunya.
Fitri tak pernah berkeluh kesah. Ia pendiam dan hanya berbicara jika aku bertanya kepadanya. Aku tak tahu apakah keputusan Ibu mempengaruhinya. Ia tak menangis. Ia seperti Fitri biasanya, hanya diam dan tenang. Aku jadi malu karena histeris ketika Ibu menyampaikan niatannya itu. Entah apa yang kupikirkan saat itu, apakah aku marah karena Ibu memiliki keluarga baru atau karena aku takut kehilangan Ibu.
Fitri tadi nampak hendak menyampaikan sesuatu. Aku menunggunya dengan tak sabaran karena takut terlambat. Mungkin melihatku nampak gelisah, ia tak jadi mengatakan sesuatu kepadaku. Ah adik kecilku, ada apa denganmu?
Kami beda 12 tahun. Ibu tak mengira saat itu hamil. Fitri bagi anugerah di keluarga kami. Ayah jadi kembali sering di rumah, ia mulai enggan lembur. Ia suka menghabiskan waktu bersama Fitri kecil. Aku sendiri tak keberatan karena dulu memang pernah ingin memiliki adik perempuan.
Hari ini berlalu begitu cepat. Sebentar lagi pukul empat sore. Aku kemudian mengetik, menanyakan adikku menu berbuka yang diinginkannya. Ia hanya menjawab ikan goreng. Aku tersenyum. Fitri memang suka makan ikan.
Adikku libur lama selama bulan Ramadan. Aku tak ingin membebaninya dengan memasak, meski ia ingin membantu. Akhirnya Fitri hanya kubebani dengan memasak nasi dengan rice cooker. Kadang-kadang ia membantu mengoreng telur atau tempe. Ehm menu hari ini sepertinya cukup dengan jus jagung, ikan goreng, dan sayur lodeh.
Aku bergegas pulang dengan motor tuaku. Motor peninggalan ayah. Sampai di rumah, kulongok sepi. Oh mungkin Fitri ada di kamar.
Di meja makan nasi telah matang, ada sepiring tempe goreng, kerupuk, dan dua gelas teh manis yang ditutup. Aku mencari-cari Fitri ia tak nampak. Aku pun menaruh makanan yang kubeli dalam piring dan kemudian mandi sore agar segar.
Fitri tak ada hingga aku usai mandi. Kemana dirinya? Apakah dia bermain dengan tetangga, pikirku. Lima menit jelang waktu berbuka, ia baru terlihat. Ia menegurku dan kemudian bergegas ke kamar mandi. Kami kemudian berbuka puasa bersama.
Aku bertanya apa yang dilakukannya seharian. Ia berkata jika ia selama liburan suka pergi ke perpustakaan yang dekat dengan kelurahan. Ia ke sana sendirian soalnya anak-anak tetangga tidak antusias dan lebih suka bermain boneka.