Didi Kurniadinata
Didi Kurniadinata Human Resources

Praktisi dan pemerhati pengembangan sumber daya manusia melalui konsultansi, pelatihan, asesmen. Menyukai sepakbola, otomotif dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Dikotomi Ilmu Agama dan Non-Agama

28 Maret 2024   13:06 Diperbarui: 31 Maret 2024   09:13 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dikotomi Ilmu Agama dan Non-Agama
Credit to alif.id

“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’. Sesungguhnya orang yang berakal orang yang dapat menerima pelajaran” (QS. Ak-Zumar: 9).

Selanjutnya dalam Surat Al-Ankabut 43 diperkuat dengan kata-kata: "dan perumpamaan ini kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” (QS. Al-Ankabut: 43).

Dari penjelasan di dalam Al-Quran tersebut dapat disarikan bahwa ilmu yang dimaksud adalah segala ilmu yang tentunya bermanfaat bagi kehidupan. Pengetahuan dan pemahaman terhadap apapun menunjukkan bahwa yang utama adalah ilmu atau apa yang kita ketahui.

Apakah perlu dibedakan antara Ilmu Agama dan Ilmu Non-Agama?

Bagi penulis persoalannya bukan Ilmu agama dan non-Agama, tetapi lebih kepada untuk apa tujuan adanya ilmu tersebut,  karena pada dasarnya Ilmu adalah alat dan bukan tujuan utama. Dengan konsep dan pemahaman dasar bahwa semua ilmu dari Allah, maka terminologi 'ilmu agama' dan ilmu 'non-agama' hanya baik dipakai pada peristilahan sehari-hari dengan pengertian yang sempit. 

Yang diperlukan adalah ada prioritas di mana seorang muslim perlu menguasai ilmu atau pengetahuan yang berkaitan dengan ibadah fikih dan syariah dan ketauhidan, misalnya imu tentang shalat, puasa, zakat dan haji. Juga tentang keimanan kepada keesaan dan kekuasaan Allah SWT.

Para pemikir Islam di abad duapuluh setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, menyusun klasifikasi ilmu dalam dua golongan, yaitu: 

  • Ilmu abadi (perennial knowledge) yang berdasarkan pada wahyu Ilahi dalam al-Qur’an dan al-Hadis serta segala yang dapat diambil dari keduanya;
  • Ilmu yang diusahakan/dicari (inquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya (teknologi) yang dapat berkembang secara kualitatif (Quraish Shihab, 1992: 62-63).

Pada dasarnya kategori ilmu dari Seminar tersebut di atas hanya penggolongan terhadap jenis ilmu dilihat dari cara meraihnya. Tidak sama sekali menyatakan bahwa yang satu adalah ilmu agama dan yang lainnya ilmu non-agama. 

René Guénon credit to sirajuddin.com
René Guénon credit to sirajuddin.com

René Guénon, seorang intelektual dan penulis yang masuk Islam dengan nama Abdul Wahid Yahya dalam abdul Muta'al, 1980, menulis:

“Setelah saya mempelajari secara serius ayat-ayat al-Qur’an dari kecil yang terkait dengan ilmu pengetahuan alam dan medis, saya menemukan ayat-ayat al-Qur’an yang relevan dan kompatibel dengan ilmu pengetahuan modern. Saya masuk Islam karena saya yakin bahwa Muhammad saw. datang ke dunia ini dengan membawa kebenaran yang nyata, seribu tahun jauh sebelum ada guru umat manusia ini”. Selanjutnya ia menegaskan: “Seandainya para pakar dan ilmuwan dunia itu mau membandingkan ayat-ayat al-Qur’an secara serius yang terkait dengan apa yang mereka pelajari, seperti yang saya lakukan, niscaya mereka akan menjadi muslim tanpa ragu, jika memang mereka berpikir objektif” (Abdul Muta’al, La Nuskha fi al-Qur’an, Kairo, Maktabah al-Wahbiyyah, 1980 h. 8).

Kesimpulan

Dengan penjelasan dan pembahasa di atas, pada dasarnya tidak ada dikotomi bahwa ada ilmu agama dan ilmu non-agama. Karena semua ilmu datangnya dari Allah SWT dan melingkupi semua aspek kehidupan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi misalnya Isra' Mi'raj, teori asal mulai alam semesta, soal peredaran planet di sistem tata surya, pergeseran tanah, bagaimana turunnya hujan dan asal kehidupan dari tanah dan air, lubang cacing di angkasa atau lubang hitam. Peristiwa-peristiwa tersebut menyangkut ilmu fisika, geologi, fisika kuantum, biologi dan astrofisika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun