Perbedaan Penetapan 1 Ramadan: Bagaimana Cara Kita Menyikapinya?
Perbedaan penetapan awal Ramadhan merupakan fenomena yang sering terjadi dan dapat menimbulkan perdebatan di kalangan umat Islam. Mengenai perbedaan penetapan waktu puasa seperti yang kita ketahui, pada Ramadhan tahun 2024 / 1445 H terdapat perbedaan waktu pelaksanaan awal puasa di Indonesia. Hal ini bukan hanya sekali ini terjadi, namun juga pernah terjadi pada tahun 2018 / 1439 H, 2022/1443 H dan bahkan pernah terjadi perbedaan waktu Idul Fitri di Indonesia pada tahun 2007. Perbedaan ini terjadi karena terdapat dua metode yakni metode hisab dan rukyat dalam menentukan awal 1 Ramadhan.
Ustadz Ahmad Zarkasih Lc dalam bukunya Bekal Ramadhan menyebutkan, untuk menentukan awal Ramadhan, ulama menetapkan dengan dua cara yakni dengan metode Rukyat atau biasa dengan sebutan yang lebih lengkap rukyatul Hilal dan juga dengan cara melengkapi bilangan Sya'ban menjadi 30 hari.
Ustadz Muhammad Saiyid Mahadlir menjelaskan, dalam dunia Islam istilah hisab sering digunakan dalam ilmu falak untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi. Karena posisi matahari menjadi patokan umat Islam dalam menentukan masuknya waktu sholat. Sementara posisi bulan digunakan untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru dalam kalender hijriyah.
Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, yang diikuti dengan perkembangan ilmu astronomi, sehingga bisa menghitung gerak bulan dengan tingkat kesalahan yang sangat kecil, bahkan sekarang ini hasilnya nyaris tanpa salah. Adapun melihat bulan (rukyat) itu hanya wasilah yang sangat mungkin bisa berubah dari waktu ke waktu, jika pada zaman Rasulullah SAW wasilah yang paling mudah dilakukan hanya dengan observasi mata telanjang, maka sekarang observasi tentunya bisa dengan mengunakan peralatan moderen, atau bisa juga menggunkan ilmu hisab yang tingkat kesalahannya sangat minim.
Metode Hisab dan Rukyat adalah cara penentuan awal bulan di kalender Hijriyah yang diterapkan oleh ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyat dengan berdasar pada pemantauan munculnya hilal baik dengan mata telanjang maupun menggunakan teleskop. Sementara Muhammadiyah menggunakan metode hisab atau perhitungan untuk menentukan waktu jatuhnya awal bulan baru.
Penyebab Perbedaan Awal Puasa Ramadhan Perbedaan awal puasa Ramadhan biasanya terjadi jika hasil hisab berbeda dengan hasil rukyatul hilal. Sementara hisab telah menentukan waktu kemunculan hilal dengan hitungan dengan acuan ijtimak sebagai batas kulminasi awal dan akhir bulan, rukyatul hilal atau pengamatan hilal bisa memunculkan hasil berbeda. Penyebabnya adalah jika pada waktu pengamatan yang ditentukan, hilal tidak dapat teramati karena posisi hilal akan terlalu rendah atau kurang dari 2 derajat. Terlebih sejak awal 2022, Kementerian Agama telah menyepakati kriteria baru yaitu mengacu hasil kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS). Mengutip laman kemenag.go.id, Menteri Agama anggota MABIMS telah menyepakati untuk menggunakan kriteria baru yaitu tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
Biasanya perbedaan waktu awal puasa Ramadhan akan berselang satu hari antara hasil rukyat dengan hasil hisab. Hal ini karena penerapan istikmal yaitu melakukan pembulatan jumlah hari sampai tiga puluh hari sebelum dimulainya bulan yang baru apabila hilal tidak terlihat.
Dalam menyikapi hal tersebut hendaknya kita sebagai umat Islam mengikuti keputusan pemerintah, karena memang ada dalil shohih yang menganjurkan kita untuk taat pada ulil amri atau pemerintah. Dan kita juga harus meyakini bahwa keputusan pemerintah sudah melalui pertimbangan dalam hal ini sidang isbat yang juga diikuti dari berbagai negara sehingga keputusan tersebut bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Selain itu dalam menyikapi perbedaan penetapan awal Ramadhan, sikap saling menghormati dan toleransi sangatlah penting. Kita harus menghindari sikap merendahkan atau mengkritik pihak lain yang memiliki pandangan atau praktik yang berbeda. Sebaliknya, kita dapat menggunakan momen ini sebagai kesempatan untuk lebih memperkuat persatuan dan kebersamaan dalam umat Islam. Kemudian kita juga dapat menjadikan perbedaan ini sebagai ajang untuk meningkatkan pemahaman kita tentang keragaman dalam Islam. Dengan menghargai berbagai pendekatan dalam menentukan awal Ramadhan, kita dapat lebih memperdalam pemahaman kita tentang kompleksitas agama dan memperkuat ikatan keislaman kita.