Layla Majnun: Sebuah Kisah Cinta Sufistik
The Beauty is the Eyes of the Beholder
Adalah Margaret Wolfe Hungerford konon yang pertama kali mempopulerkan kalimat tersebut pada tahun 1878 dalam bukunya Molly Bawn. Ya, kecantikan atau keindahan itu bergantung kepada yang memandangnya.
Konon saat seorang seorang yang penasaran akan kecantikan Layla mendatanginya. Ia terheran-heran karena Layla tidak seperti yang ia bayangkan.
"Qays menjadi Majnun (Gila) karena kamu?" tanyanya kepada Layla.
"Sungguh tak masuk akal. Apa yang di lihatnya darimu hingga membuatnya tergila-gila? Kamu bukanlah wanita yang sangat cantik. Banyak wanita lain yang secantik kamu, bahkan melebihimu," tambah sang penanya.
Layla menjawab, "Diamlah. Yang dia lihat tidak terlihat olehmu, karena kamu bukan Majnun. Kamu tidak tahu karena kamu bukan yang mencintai."
Jawaban Layla dengan tepat menggambarkan makna dari kalimat yang dipopulerkan oleh Hungerford di atas.
Kutipan dialog ini tidak ada dalam Layla Majnun gubahan Nezami. Versi Nezami merupakan versi yang paling masyhur dan dianggap sebagai arus utama kisah romansa yang sebenarnya berasal dari tanah Arab itu. Layla Majnun merupakan kisah yang mendunia kedua dari Timur Tengah setelah Alfu Laylatin wa Laylah (Seribu Satu Malam). Namun, seperti halnya kisah tokoh Si Kabayan, Nasruddin atau Abu Nawas, selalu ada versi lain di luar pengisahan arus utamanya. Pun demikian dengan Layla Majnun.
Kisah Cinta Sufistik dalam Layla Majnun
Qays larut dalam kecintaan kepada Layla. Cinta yang telah membuatnya menjadi gila. Kata Arab untuk gila adalah majnun. Akan tetapi Layla MajnunĀ bukanlah kisah romansa semata. Kisah ini merupakan kisah alegoris tentang cinta seorang hamba kepada Sang Kekasih Sejati. Berikut saya kutipkan satu bagian lain dari kisahnya.