Mengenal Masjid Raya Sultan Riau Penyengat: Kokoh Berdiri Sejak Tahun 1803
Ada yang istimewa pada Awal bulan maret 2023 yang lalu, Masjid Raya Sultan Riau Penyengat, secara resmi telah selesai direvitalisasi. Masjid yang dibangun pertama kali tahun 1803 itu dilakukan pemugaran oleh Pemerintah Provinsi Kepri. Tampak hadir dalam simbolis peresmian adalah Ansar Ahmad, Gubenur Kepri beserta jajaran dan didampingi oleh tokoh agama, Dr. KH. Habib Segaf Baharun, M.H.I dan Habib Alwi bin Muhammad Al Athos.
Tak pelak, masjid yang bernilai sejarah itupun kini semakin mempesona dan semakin indah, membuat pengunjung ( jemaah) makin betah di dalam masjid.
Sejarah Masjid Raya Sultan Riau Penyengat
Pada awalnya, masjid yang berada di pulau Penyengat, Kota Tanjungpinang Provinsi Kepri ini hanya berupa bangunan kayu sederhana berlantai batu bata.
Masjid ini juga mulanya hanya dilengkapi dengan sebuah menara setinggi lebih kurang 6 meter. Namun, seiring berjalannya waktu, masjid semakin ramai dikunjungi masyarakat dan akibatnya tidak lagi mampu menampung jumlah jemaah yang terus bertambah.
Oleh sebab itu, Raja Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda VII kerajaan Riau Lingga, yang istananya berada di Pulau Penyengat, berinisiatif untuk memperbaiki dan memperbesar masjid tersebut.
Untuk membuat sebuah masjid yang besar, Sultan Abdurrahman pun berseru kepada seluruh rakyatnya. Sebagai seorang raja yang arif, ia mengajak masyarakat untuk beramal dan bergotong-royong di jalan Allah SWT. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada tanggal 1 Syawal 1248 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1832 M. Panggilan tersebut ternyata telah menggerakkan hati segenap warga untuk berkontribusi pada pembangunan masjid.
Konon, karena banyaknya bahan makanan yang disumbangkan penduduk, seperti beras, sayur, dan telur, para pekerja sampai merasa bosan makan telur, sehingga yang dimakan hanya kuning telurnya saja. Karena menyayangkan banyaknya putih telur yang terbuang, sang arsitek memanfaatkannya sebagai tambahan bahan bangunan.
Cairan bening dan kental dari telur itu dikombinasikan dengan kapur dan pasir, dijadikan sebagai perekat pengganti semen, sehingga percaya atau tidak, buktinya masjid Raya Sultan Riau Penyengat itu sudah lebih dari 191 tahun, namun hingga kini masih berdiri dengan kokoh.
Sebuah kearifan lokal nenek moyang yang tentu ini sangat menginspirasi dan patut dikaji dan dilestarikan. Mengingat, produksi semen di Nusantara juga baru dimulai setelah didirikan NV Nederlandsch Indische Portland Cement Maatschappij (NV NIPCM) atau dikenal dengan nama PT Semen Padang. Pabrik semen tertua di Indonesia itu berdiri pada 18 Maret 1910.
Selain Masjid Raya Sultan Riau Penyengat, bangunan bersejarah lainnya yang juga ternyata dibangun menggunakan bahan campuran putih telur diantaranya adalah Benteng Somba Opu, Makassar, Taman Sari, Yogyakarta dan Jam Gadang, Bukittinggi. Semua bangunan ini masih tampak berdiri dengan baik dan telah melintasi beragam zaman.