Cermin | Kupinang Engkau dengan Basmallah
Sejenak aku tercenung.
"Kang, apakah putrimu ini sudah ada yang punya?" mendadak Emak mengalihkan pembicaraan.
"Wah, coba tanyakan sendiri kepada Anisa. Dia yang lebih tahu tentang dirinya sendiri," Wak Ujang tertawa. Emak mengulum senyum. Sementara Anisa wajahnya bersemu merah.
"Nduk Nisa. Sekiranya dirimu belum ada yang mengikat, sore ini juga Emak meminangmu untuk menjadi menantuku," Emak berdiri dan menyentuh ujung kepala Anisa.
Duh, Emak. Kenapa Emak senekat ini?
"Mak, meminang seorang gadis harusnya membawa setandan pisang," aku mengingatkan.
"Sudahlah, Dot, nggak perlu pake pisang-pisangan. Baca saja bismillah. Ayo, sini segera lakukan!"
Emak menarik lenganku. Lalu menyatukan tanganku dan tangan Anisa di atas dadanya.
Duh, Emak. Kali ini aku benar-benar gemetar.
"Kau kenapa, Dot? Takut, ya?" Anisa tertawa. Gigi gingsulnya mengintip sedikit.
"Eh, kata siapa aku takut? Baiklah, akan segera kulaksanakan perintah Emak," aku mengangkat kepalaku, menghirup napas dalam-dalam. Lalu berseru," Bismillahhirrohman nirrohim, dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kupinang engkau, duhai Anisa binti Muhammad Ujang," aku mengucapkan kalimat itu bersungguh-sungguh.
Dan setelahnya aku dibuat terkejut.
Dua perempuan di hadapanku, Emak dan Anisa--mereka menangis sesenggukan.
***
Malang, 24 Mei 2018
Lilik Fatimah Azzahra