Cerpen | Surat-surat yang Bertebaran di Langit
Di setiap bulan Ramadan tak terhitung banyaknya surat yang dikirim menuju langit. Surat-surat itu bertumpuk, tumpang tindih di gudang kantor pos langit. Para malaikat yang bertugas sibuk menyortir surat-surat itu. Memilih dan memilah surat-surat mana yang dianggap terbaik dan bersifat emergency untuk kemudian siap dihantarkan ke hadapan Allah.
Surat-surat yang dikirim dari bumi itu berupa lembaran-lembaran putih yang berisi doa-doa, yang dikemas dengan tampilan begitu menawan. Dipersembahkan dengan bahasa yang santun lagi indah. Sebagai bentuk pengharapan bagi pengirimnya agar suratnya sampai dengan selamat dan termasuk kategori surat yang segera diijabahi oleh Allah.
Seperti malam itu, ketika memasuki bulan Ramadan di hari-hari terakhir, sebuah surat melayang-layang ringan di angkasa. Surat itu dikirim oleh seorang bocah. Yang ditulis dengan bahasa bocah. Dikemas dalam amplop yang sesuai dengan ciri khas bocah.
Salah seorang malaikat bahkan membaca dengan lantang isi surat itu.
-------
Kepada Tuhanku, Allah yang Tersayang
Sebelumnya perkenalkan namaku Ajeng. Usiaku 8 tahun. Aku baru saja menerima rapot kenaikan kelas. Alhamdulillah. Nilaiku bagus-bagus. Ayah dan Ibuku ikut senang.
Tapi Tuhan, Ajeng tadi sore merasa sedih. Ketika tidak sengaja mendengar percakapan Ayah dan Ibu di ruang tengah. Ayah mengatakan bahwa kontrak kerjanya sebagai buruh pabrik telah habis. Itu berarti Ayah kehilangan pekerjaan. Padahal sebentar lagi lebaran tiba. Tahu sendiri, kan, Tuhan? Di jelang lebaran apa-apa dijual sangat mahal.
Lalu kulihat Ibuku tertunduk. Tapi Ibu tidak menangis. Sebab Ibu memang sudah terbiasa dengan kehidupan kami yang miskin. Ibu cuma berbisik pelan, meminta kepada Ayah untuk lebih menjaga sabar.
Tuhanku yang Maha Baik.
Bisakah aku minta sesuatu?