Memaknai Ramadan dengan Menempa Kesabaran dan Mengekang Hawa Nafsu
Bicara tentang kesabaran, duh, jadi kepingin merenung sejenak. Sudahkah diri ini menerapkan konsep sabar dengan senantiasa menjaga lisan, hati, dan perbuatan? Saya rasa belum. Diri ini masih perlu banyak belajar.
Makna Puasa sebagai Perisai Diri
Selain bernilai ibadah dan sebagai bukti ketaatan seorang hamba kepada penciptanya, puasa di bulan Ramadan bisa dimaknai sebagai perisai diri.
Dalam sebuah hadist Rasulullah Saw bersabda:
"Puasa merupakan perisai, janganlah kalian berucap kotor dan janganlah melakukan hal yang bodoh. Jika ada seseorang yang mengajak berkelahi atau mencaci maka hendaklah mengucapkan, 'Saya sedang berpuasa' (dua kali). Demi Zat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada minyak kasturi. Ia meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya karena Aku. Puasa adalah milikku dan Aku yang akan membalasnya." (HR Al-Bukhari)
Mengulik hadist di atas bisa disimpulkan bahwa setiap Muslim yang menjalankan ibadah puasa (dengan iklhas), sesungguhnya ia telah membentengi dirinya sendiri dari perbuatan hina dan tercela. Mampu menghindari perbuatan yang bisa membatalkan bahkan menghapus pahala ibadah puasanya.
Ramadan sebagai Ladang Amal Kebajikan
Tabur tuai berlaku pula di bulan istimewa ini. Ramadan ibarat ladang subur yang siap ditanami bagi sesiapa yang memahami keutamaan yang terkandung di dalamnya. Dan, sesuai dengan janji Allah, barang siapa yang melakukan amal kebajikan di bulan suci Ramadan---apa pun itu bentuknya, maka Allah sendiri yang akan mengurusnya dengan memberi imbalan pahala 10 kali lipat.
Subhanallah.
Jika direnungkan lebih mendalam lagi, sesungguhnya Ramadan tidak saja menjembatani hubungan religi antara makhluk dan khaliknya, namun juga merekatkan hubungan sosial antar sesama ciptaaan Tuhan.
Apalah guna berpuasa jika hati kurang peka terhadap lingkungan dan sesama?