Mudik, Fenomena Kehausan Manusia Akan Kebahagiaan
Konteks Idul Fitri menjadi moment yang tepat untuk saling bertemu memelihara ikatan persaudaraan.
Dengan mudik, hati para pemudik menjadi gembira.
Mudik juga menjadi penawar hati. Mereka yang tersiksa oleh ekonomi Jakarta, ekonomi Bekasi, ekonomi Tangerang, dan sekelasnya, begitu mudik, batinnya serasa menjadi lebih berenergi, serasa dicash lagi. Indonesia dengan budaya mudiknya memiliki daya sembuh selama Idul Fitri
Itulah hal-hal yang mendasari mudik.
Meskipun setelah kembali ke kota, banyak yang kembali bergelut dengan lilitan ekonomi, perjuangan keras diperas oleh kapitalisme kota..
Bagi kaum muslim sejati, mudik tidaklah sekedar mudik ke kampung halaman. Lebih jauh mudik yang sejati adalah kembali kepada fithrah manusia, yaitu kesucian. Suci berarti bersih sekaligus mulia. Bersih dari pengingkaran yang mengarah kepada kedurhakaan terhadap fitrah atau komitmen awal manusia untuk bertauhid - hanya mengabdikan diri kepada Allah seperti sejak ketika sebelum dilahirkan.
Lebih luas lagi, adalah mudik ruhaniah, mudik yang hakiki dengan konsep innalillahi wa innailaihi raji'un. Mau tidak mau, siap tidak siap, bisa tidak bisa, ikhlas tidak ikhlas kita harus melakukan perjalan menuju pulang, entah itu dengan cara baik atau buruk.
Dan semoga kita kelak, kapanpun, dapat "mudik" dengan cara yang khusnul khotimah, kembali kepadaNya dengan kebahagian, karena itulah yang dirindukan oleh "mudik" ruhani yang hakiki. (ujung Ramadhan 1444H)