Ojan, pemuda penuh gaya dengan semangat tinggi, gemar merangkai kata-kata dalam tulisan, dan senang menantang diri melalui petualangan mendaki gunung. Konon, hobi "muncak"nya akibat galau yang menjadi tungku semangat ia terus menulis.
Ketika Toleransi Tak Selalu Antar Agama
Alllahu akbar ... walillah ill hamd. Gema takbir mulai terdengar dari penjuru masjid kota dan desa. Lantunannya menandakan hari kemenangan telah sampai. Ada yang istimewa di Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Ketetapan hari Lebaran tahun 1444 H oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia mengalami perbedaan. Muhammadiyah dengan hisab wujudul hilal mentapkanĀ satu hari lebih awal dari hasil rukyatul hilalĀ oleh Nahdlatul Ulama. Tentu ini menjadi pertanyaan, bagaimana sikap masyarakat atas perbedaan ini?
Sebetulnya perbedaan penetapan 1 Syawal ini sudah menjadi hal yang lumrah terjadi. Jika kita menarik ke belakang, terakhir kali NU dan Muhammadiyah berbeda keputusan pada penetapan Idul Fitri yakni pada 1432 H atau lebih dari satu dekade yang lalu. Selang waktu yang cukup lama mengingat sekarang kita sedang dihadapkan dengan krisis toleransi.
Perbedaan ini perlu disikapi secara bijak oleh seluruh kalangan baik itu masyarakat maupun tokoh politik. Toleransi harus digaungkan meski dalam agama yang sama. Ini tentang bagaimana kita menghormati keberagaman yang tidak hanya antar agama, tetapi di dalam internal agama itu sendiri. Sikap toleransi serupa juga diserukan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas di Auditorium HM Rasjidi Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta Pusat (Jakpus).
"Saudara-saudara sekalian, ini tadi laporan sidang isbat yang baru dilaksanakan, dan untuk diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Jika pada hari ini atau mungkin di hari-hari besok ada perbedaan dalam pelaksanaan Idul Fitri, kami berharap bahwa kita tidak menonjolkan perbedaan," kata Yaqut pada Kamis (20/4) seperti dikutip Detik News.
Sebagai orang awam yang ilmu agamanya biasa-biasa saja, kita dihadapkan dengan berbagai keputusan soal penetapan 1 Syawal. Ada Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Naqsabandiyyah, ataupun keputusan pemerintah Arab Saudi. Umumnya kita akan mengikuti keputusan pemerintah atau mayoritas aliran di masing-masing tempat tinggalnya.
Bagaimanapun juga perbedaan ini tentu tidak lepas dari gesekan-gesekan. Sempat pada waktu, di salah satu kota yang terkenal dengan batiknya tersebar isu kurang mengenakkan soal larangan salat Id bagi Muhammadiyah oleh pemkot setempat. Berita ini sempai menuai kritik pedas dari netizen yang mempertanyakan soal toleransi di sana. Ada salah satu warganet yang menyayangkan sikap yang intoleril padahal masih dalam satu agama.
"Miris lihatnya, masa yang agamanya sama aja nggak bisa toleransi. Gimana kalau ke (agama) yang lain," tulis sebuah akun di twitter.
Bagaimanapun juga sudah semestinya sikap toleransi, saling menghormati, dan saling menghargai itu ada di setiap umat manusia. Mari rayakan momentum Hari Raya Idul Fitri dengan suka cita. Jadikan lebaran sebagai ajang untuk sejenak rehat dari riuhnya urusan dunawi. Akhir kata, selamat Idul Fitri 1444 H dan selamat bertemu sanak saudara. Sampaikan salam hangat dariku untuk mereka. (Fauzan HR)