Sarung dan Filosofinya, Pakaian Pemersatu Bangsa
Namun bagi sebagian kalangan terutama generasi tua, Jawa dan sarung itu merupakan bagian yang integral, tak terpisahkan.
Tak hanya sebagai busana rupanya sarung juga memiliki filosofi tertentu. Ada yang mengartikan sarung adalah "sarune dikurung" yang memiliki arti, sarung merupakan intruksi kehidupan agar manusia mengedepankan rasa malu, tidak arogan, dan tidak sembrono.
Mengutamakan saling menghormati, orang yang lebih muda menghormati orang yang lebih tua, dan orang yang tua menghargai orang yang lebih muda.
Sementara bagi masyarakat Sunda, menurut tokoh Sunda mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, flilosofi sarung dibagi menjadi dua suku kata, "sa" dan "rung".
Menurut Dedi, "sa" merupakan lambang keinginan manusia dengan segala unsur penciptaannya seperti tanah, air, udara, dan matahari.
Unsur material inilah yang menurutnya harus dikurung, dan ini dicerminkan dalam suku kata kedua "rung".
Jika seluruh unsur material ini mampu dikurung, maka unsur hakikat kemanusiaan dalam diri manusia yakni ruh akan semakin menguat. Segala ketamakan manusia yang tercermin dari keempat unsur tersebut harus dikurung.
Terlepas dari filosofinya, tampaknya sarung telah menjadi pakaian yang menyatukan bangsa, tak peduli suku dan agama.
Sarung bisa ditemukan dengan mudah di seluruh Nusantara dengan berbagai bahannya baik tenun, tapis, songket yang khas atau yang umum dengan motif kotak-kotaknya yang khas dan dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Saya sendiri lebih menyukai sarung bermotif polos alias tanpa motif apapun.