Dzulfikar
Dzulfikar Full Time Blogger

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

RAMADAN Pilihan

Generasi Milenial dan Tradisi yang Hilang

18 Mei 2020   23:40 Diperbarui: 18 Mei 2020   23:47 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi Milenial dan Tradisi yang Hilang
Ilustrasi Hantara Lebaran ke Tetangga (dok.pribadi)

Saat nenek saya di Jawa Timur masih hidup, ada tradisi yang paling berkesan buat saya selama menjalankan ibadah puasa di kampung. Tradisi-tradisi tersebut justru sayangnya tidak dilanjutkan secara turun temurun hingga ke generasi selanjutnya.

Tradisi tersebut sebenarnya sangat sederhana sekali. Tradisi mengirimkan makanan kepada tetangga dan kerabat menjelang lebaran. Biasanya nenek saya memasak aneka jenis masakan yang memang disiapkan menjelang lebaran.

Hampir sebagian besar justru bukan untuk disantap di rumah, melainkan memang untuk dibagikan kepada para tetangga. Biasanya makanan yang dibagikan adalah makanan yang matang, jadi sudah siap disantap. Itulah sebabnya makanan tersebut dikirimkan menjelang saat berbuka. 

Walhasil hari-hari menjelang lebaran memang menjadi lebih sibuk membantu nenek di dapur sekaligus membantu mengirimkan makanan-makanan tersebut kepada tetangga.

Uniknya, nampan atau piring yang tadinya terisi pun selalu terisi kembali. Jadi, hampir dipastikan piring atau tempat yang dibawa itu kosong saat pulang. Tradisi ini menurut saya sangat indah karena ada timbal balik yang saling menguntungkan. 

Nenek sebenarnya sudah mengatakan bahwa tidak berharap ada kiriman balik. Semua dilakukan semata-mata hanya karena ingin berbagi dengan sesama tetangga dan saudara. Pengembaliannya pun macam-macam dan kadang membuat saya jadi mengamati. 

Dari situ juga kita bisa sedikit mengetahui karakter orang-orang yang dikirimi makanan. Kadang-kadang yang membuat tidak enak adalah jika kerabat yang dikirimi berasal dari kalangan menengah. Mereka kerap kali suka kebingungan bagaimana caranya mengisi nampan yang kosong. 

Sedih rasanya, tapi mau bagaimana lagi. Terpaksa saya harus menunggu karena sang empunya rumah juga lebih memaksa saya untuk menunggu sebentar agar nampan yang saya bawa tidak kembali dalam kondisi kosong.

Tradisi indah itu sayangnya memang tidak saya dapatkan di tempat saya tinggal saat ini di pinggiran Jakarta. Tapi, setiap tahun saya selalu berinisiatif mengirimkan hantaran kepada tetangga dan keluarga. 

Apalagi di lingkungan rumah, saya termasuk keluarga yang paling muda. Rata-rata yang lain sudah memiliki cucu. Meskipun anak-anaknya ada juga yang seumuran dengan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Ramadan Bareng Pakar +Selengkapnya

Krisna Mustikarani
Krisna Mustikarani Profil

Dok, apakah tidur setelah makan sahur dapat berakibat buruk bagi tubuh? apakah alasannya? Kalau iya, berapa jeda yang diperlukan dari makan sahur untuk tidur kembali?

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan cerita dan opini pilihan dari Kompasiana
icon

Bercerita +SELENGKAPNYA

Ketemu di Ramadan

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun