Korupsi, Tirakat, dan Ulat
Struktur paripurna kupu-kupu merupakan hasil jerih payahnya selama menjalani ritus metamorfosis sempurna (holometabola). Kupu-kupu betina akan meletakkan telurnya pada daun tumbuhan.
Setelah berumur 4-5 hari, setiap telur akan menetas dan berkembang menjadi larva atau ulat. Tahap ini banyak orang merasa jijik melihatnya. Ulat akan berganti kulit 4-6 kali. Tatkala ulat sudah mencapai ukuran maksimal, dia akan berpuasa dalam bentuk kepompong selama 7-20 hari. Beberapa hari kemudian, kepompong akan berubah menjadi kupu-kupu cantik dan indah.
Dari rangkaian metamorfosis di atas, menunjukkan proses metamorfosis membutuhkan imunitas dalam menghadapi tekanan lingkungan, fase waktu, makanan dedaunan, dan hormon (Purnomo, 2009). Hormon yang menyebabkan terjadinya molting (pergantian kulit) adalah hormon ekdison, sedangkan hormon juvenil berperan menghambat proses metamorfosis.
Sampai disini, nalar kita baru tercerahkan bahwa puasa tidak serta merta dialami oleh manusia saja, tetapi kepompong wajib melalui tahap puasa guna mengkonversi diri menjadi kupu-kupu yang indah. Bahan memorfosis kupu-kupu sama persis dengan orang berpuasa Ramadan.
Hanya saja orang berpuasa Ramadan membutuhkan imunitas (iman) yang menggerakkan amal, fase waktu (rohmat, mahfiroh, dan bebas dari api neraka), makanan sahur, dan hormon kebahagiaan dalam menyambut Ramadan.
Peningkatan amal dalam puasa Ramadan 1439 H ini, diyakini sebagai salah satu cara untuk mengobati hati yang sakit akibat korupsi. Apalagi fase kedua dalam bulan Ramadan ini banyak pintu maaf bagi hambanya yang bertobat karena korupsi.
Perbuatan korupsi yang sudah menjamur perlu diobati bersama. Upaya minimal adalah mulai dari kita sendiri. Dengan mencontoh ulat bertirakat menjadi kupu-kupu yang indah.